KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga batubara yang masih menunjukkan penguatan di awal tahun memberikan harapan bagi emiten batubara. Head of Corporate Communication PT Indika Energy Tbk (INDY) Ricky Fernando mengatakan, salah satu penyebab kenaikan harga batubara saat ini adalah adanya indikasi peningkatan impor batubara dari China. Saat ini, Ricky menyebut industri energi masih didominasi oleh peranan batubara dikarenakan harganya yang kompetitif, infrastruktur dan logistik yang relatif lebih mudah, serta perkembangan teknologi batubara itu sendiri. Sebelumnya, Sekretaris Perusahaan PT Bukit Asam Tbk (
PTBA) Apollonius Andwie mengatakan, pihaknya meyakini harga emas hitam tersebut akan terus meningkat seiring dengan pemulihan ekonomi secara global.
Dia menyebut, permintaan batubara tahun ini juga mengalami pemulihan. Hal ini terlihat dari daya serap batubara yang semakin meningkat dari akhir tahun 2020, baik permintaan domestik maupun ekspor. Emiten pelat merah ini memproyeksikan peningkatan tersebut akan terus terjadi seiring dengan pemulihan kondisi pascapandemi.
Baca Juga: Impor batubara China naik saat pasokan terbatas, harga batubara capai rekor tertinggi “Terkait produksi, tentu akan meningkat seiring dengan peningkatan permintaan,” terang Apollonius kepada Kontan.co.id, pekan lalu (5/12). Meski demikian, Apollonius belum bisa mengungkapkan ihwal target spesifik produksi PTBA untuk tahun ini. Hal yang sama juga disampaikan Direktur dan Sekretaris Perusahaan PT Bumi Resources Tbk (
BUMI) Dileep Srivastava. Dia melihat adanya pertumbuhan minimal 5% terhadap permintaan batubara thermal pada tahun ini. Hal tersebut tidak terlepas dari pulihnya pasar batubara dibandingkan dengan tahun 2020, dimana tahun lalu industri batubara dipenuhi dengan berbagai tantangan, termasuk pandemi Covid-19. Proses distribusi dan vaksinasi pun seharusnya bisa berfungsi untuk menopang pasar lebih lanjut. Adapun rencana internal BUMI tahun ini adalah memproduksi batubara 5% atau lebih tinggi dari target 2020. Untuk diketahui, tahun lalu volume produksi BUMI dipasang dengan kisaran 83 juta ton-85 juta ton.
Manfaatkan momentum
Dalam risetnya, Jumat (8/1), Analis BRI Danareksa Sekuritas Stefanus Darmagiri memperkirakan harga batubara yang lebih baik dalam rentang US$ 70 – US$ 80 per ton pada tahun ini, naik dari harga rata-rata pada tahun lalu yang hanya US$ 60 per ton. Naiknya proyeksi harga ini karena pemulihan ekonomi global yang berpotensi meningkatkan permintaan batubara global, serta adanya larangan berkepanjangan China atas batubara asal Australia. Dalam jangka panjang, BRI Danareksa Sekuritas meyakini permintaan batubara yang solid dari negara-negara ASEAN dan Asia Selatan. Permintaan ini akan menyeimbangkan potensi permintaan yang lemah dari China dan India karena kedua tersebut berencana untuk meningkatkan produksi dalam negeri.
Baca Juga: Harga sudah naik tinggi, begini rekomendasi saham emiten tambang batubara BRI Danareksa Sekuritas mempertahankan rekomendasi
overweight di sektor ini dengan saham PTBA dan saham PT Adaro Energy Tbk (
ADRO) sebagai pilihan utama (top picks) di sektor coal mining. Untuk PTBA, beli dengan target harga Rp 3.600 sementara ADRO beli dengan target harga Rp 1.800.
Bukit Asam diharapkan bisa meraup pendapatan yang lebih tinggi pada tahun ini, yang didukung oleh produksi batubara yang lebih tinggi. Selain itu, prospek PTBA juga didukung oleh kelanjutan pembangunan infrastruktur perkeretaapian dan pelabuhan baru serta diversifikasi bisnisnya di segmen gasifikasi batubara dan proyek PLTU. ADRO juga diharapkan memiliki pendapatan yang solid tahun ini mengingat harga batubara yang kuat serta adanya ekspektasi pertumbuhan yang moderat dalam produksi batubara untuk tahun 2021. “Kami juga menyukai ADRO terkait diversifikasi bisnisnya ke pembangkit listrik, segmen batubara kokas, dan potensi hilirisasi batubara,” tulis Stefanus. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto