Harga batubara perlahan mulai membara lagi



JAKARTA. Pekan lalu, harga batubara berbalik naik (rebound) setelah menyentuh level terendah pada pertengahan Januari lalu. Namun, kenaikan ini belum mengonfirmasi tren reli harga emas hitam.

Mengutip Bloomberg, Jumat (13/2) kontrak pengiriman batubara bulan April 2015 di ICE Futures Eropa berada di harga US$ 65,7 per metrik ton atau naik 1,94% dibandingkan  hari sebelumnya. Selama sepekan terakhir, harga batubara melesat 7%.

Deddy Yusuf Siregar, Research and Analyst PT Fortis Asia Futures, mengatakan, harga batubara mendapat dukungan dari isu penurunan produksi. Departemen Energi AS (EIA) melaporkan, salah satu produsen batubara terbesar di Amerika Serikat (AS) dilaporkan mengalami penurunan produksi batubara mingguan.


Pada periode pekan yang berakhir pada 7 Februari 2015, produksi batubara AS diperkirakan turun menjadi 18,1 juta metrik ton. Padahal, pekan sebelumnya, produksi batubara tercatat sebesar 20,1 juta metrik ton. 

Produksi batubara yang merosot sebesar 10% ini, memberikan sentimen positif bagi komoditas tersebut, setelah harga bergerak landai sepanjang tahun lalu. "Kondisi ini mendukung kenaikan harga batubara dalam jangka pendek," ungkap Deddy, Minggu (15/2).

Penguatan harga batubara juga disokong oleh kenaikan harga minyak mentah di pekan lalu. Pada Jumat (13/2), harga minyak bercokol di US$ 52,78 per barel. Minyak mencoba naik perlahan, setelah sempat menjajal level terendah di US$ 44,45 per barel pada 28 Januari. Seiring rebound harga minyak tersebut, batubara ikut terangkat.

Kedati demikian, selama harga minyak belum mampu menembus level resistance baru di US$ 55 per barel,  harga batubara masih sulitmenanjak lebih jauh lagi. Tapi bila  harga minyak sudah melampaui US$ 55 per barel, harga batubara berkesempatan menguji level resistance baru di US$ 74 per metrik ton.

Harga batubara menuju tren bullish, jika level US$ 74 per metrik ton sudah berhasil dicapai.

Jangka pendek

Kenaikan harga batubara juga masih tertahan oleh faktor domestik. Hal ini berkaitan dengan kebijakan pemerintah, yakni Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang telah menurunkan harga acuan batubara Indonesia pada bulan Februari menjadi US$ 62,92 per metrik ton. Harga acuan ini turun US$ 0,92 dibandingkan bulan sebelumnya, yakni US$ 63,84 per metrik ton. Ini juga menjadi harga acuan terendah sepanjang sejarah. 

Padahal, produksi batubara dalam negeri bertolak belakang dengan AS. Produksi batubara yang masih melimpah di Indonesia menjadi faktor kuat yang dapat menenggelamkan harga batubara ke depan.

Kiswoyo Adi Joe, Managing Partner Investa Saran Mandiri, menambahkan, harga batubara belum waktunya meroket. Sebab, sentimen negatif masih menghadang. 

Salah satunya adalah penurunan permintaan dari Tiongkok dan India sebagai pengguna batubara terbesar. Kedua negara itu tengah berkomitmen mengurangi permintaan batubara demi mengurangi polusi lingkungan yang disebabkan oleh penggunaan batubara sebagai bahan bakar.

Secara teknikal, Deddy menjelaskan, harga berada di atas moving average (MA) 50 namun masih berada di bawah MA 100 dan MA 200. Moving average convergence divergence (MACD) berada di area positif 0,36. 

Indikator stochastic berada di level 61% dengan arah naik. Demikian juga dengan relative strength index (RSI), berada di level 54% dengan pergerakan ke atas. Kondisi ini menunjukkan pergerakan jangka pendek dalam tren bullish.

Deddy memprediksi, harga batubara sepekan mendatang berada di US$ 65-US$ 74 per metrik ton. Sementara Kiswoyo menduga, batubara akan bergerak di kisaran US$ 60-US$ 70 per metrik ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto