Harga batubara ragu-ragu untuk tancap gas



JAKARTA. Harga batubara saat ini tengah mengalami kenaikan. Namun diprediksi kenaikan tersebut hanya bersifat sementara. Mengutip Bloomberg, Kamis (23/4), kontrak pengiriman batubara bulan Mei 2015 di ICE Futures Europe berada di level US$ 60,25 per metrik ton. Harga tersebut naik 0,92% dibanding hari sebelumnya. Dalam sepekan terakhir, harga batubara telah merangkak naik sebesar 4,3%. Ernie Thrasher, CEO XCoal Energi & Sumber Daya LLC mengatakan, konsumsi batubara China masih meningkat, meskipun laju ekspansi mulai tersendat. Impor bahan bakar telah turun 33% sepanjang Maret dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Harga batubara diperdagangkan pada posisi terendah karena penguatan dollar membendung kinerja batubara. "Tantangan terbesar adalah mencoba menyeimbangkan kembali antara pasokan permintaan. Sebagian besar permintaan berasal dari China. Saat ini, pertumbuhan ekonomi China terlihat moderat," kata Thrasher di Konferensi Energi IHS CERAWeek di Houston, Kamis (23/4). CEO Peabody Energy Corp, Greg Boyce mengatakan, saat ini China masih dalam tahap memanfaatkan batubara. Negara ini menambahkan kontrol lingkungan untuk pembangkit batubara pada tahun lalu setara dengan seluruh armada Amerika. Information Energy Administation (IEA) menyebutkan, permintaan batubara sebagai sumber energi terbesar kedua setelah minyak diperkirakan akan meningkat 2,1% per tahun pada tahun 2019. Angka ini lebih rendah dari prediksi awal sebesar 3,3%. Batubara sendiri berkontribusi sebesar 40% dari listrik dunia. Wahyu Tribowo Laksono, analis PT Central Capital Futures mengatakan, harga batubara sudah melewati beberapa kali fase kritisnya sejak tahun 2011. Saat ini, harga mencoba pulih dari keterpurukan panjang. Meski mencoba bangkit, namun harga batubara dinilai tidak akan mampu naik atau turun tajam. Batubara masih akan bertahan di area konsolidasi antara US$ 55-US$ 65 per metrik ton. "Harga batubara masih akan kesulitan reli lantaran outlook ekonomi global yang sedang lesu dan juga penguatan dollar AS," terang Wahyu. Menurutnya, harga masih memiliki peluang naik terbatas. Adapun faktor yang mampu mendorong harga antara lain buruknya data AS, ketidakpastian kenaikan suku bunga AS, dampak stimulus China dan adanya krisis. Namun kesempatan naik bagi batubara hanya sementara. Selanjutnya, harga kembali tertekan. Itulah pola pergerakan harga selama empat tahun terakhir. Guntur Tri Hariyanto, analis PT Pefindo menilai, kenaikan harga batubara dalam beberapa hari terakhir lebih disebabkan karena berkurangnya pasokan global yang dipicu oleh ditutupnya pelabuhan Newcastle di Australia sejak hari Senin (20/4) karena terjadinya badai. Badai telah terjadi dalam tiga hari terakhir. Newcastle merupakan pelabuhan batubara terbesar di dunia. Adanya penutupan tersebut, diperkirakan 500 ribu ton kargo batubara menjadi terlambat dikirimkan. "Dengan kondisi ini, harga batubara untuk pengiriman bulan depan dari Newcastle telah naik 10% menjadi US$ 68 per ton," terang Guntur. Namun, badai berangsur-angsur mereda dan Newcastle telah beroperasi kembali. Meski demikian, keseluruhan sistem logistik di pantai bagian timur Australia masih belum pulih total karena sebagian jalur logistik masih terendam banjir dan masih butuh waktu untuk perbaikan. Oleh karenanya, lanjut Guntur, pasokan dari Newcastle masih akan belum sepenuhnya normal, paling tidak dalam satu minggu ke depan. Kondisi inilah yang menjaga tren penguatan batubara dalam jangka pendek. Ibrahim, analis dan Direktur PT Ekuilibrium Komoditi Berjangka, memaparkan naiknya harga batubara ditengarai oleh melemahnya dollar Amerika Serikat (AS). Ini akibat berbagai data ekonomi AS yang dirilis Kamis (23/3) menunjukkan hasil negatif.

Data tersebut adalah klaim pengangguran mingguan AS yang tercatat 295.000 orang, atau melebihi prediksi 288.000 orang. Selain itu data manufaktur PMI yang tercatat 54,2, atau meleset dari prediksi yaitu 55,6. Selain itu data penjualan rumah baru tercatat 481.000, atau meleset dari ekspektasi sebesar 514.000. Adapun faktor geopolitik yaitu kembali memanasnya konflik Timur Tengah turut mengangkat harga batubara. “Memanasnya konflik Timur Tengah menyebabkan harga minyak dunia naik, dan imbasnya mengangkat harga batubara,” kata Ibrahim. Pergerakan harga batubara jangka pendek akan tergantung pada data ekonomi AS yaitu data pesanan barang tahan lama (durable goods orders). Asumsinya jika data tersebut positif maka dollar akan menguat dan harga batubara akan kembali jatuh, namun jika data tersebut negatif harga batubara akan terdorong menguat. Ke depannya, Ibrahim memprediksi harga batubara masih akan jatuh. Penyebabnya lantaran pasokan yang terlalu banyak di pasaran ditambah prediksi perlambatan ekonomi China, yang notabene sebagai negara konsumen terbesar batubara. Secara teknikal, Wahyu menjelaskan harga berada di atas moving average 50 dan 100. Namun berada di bawah moving average 200. Artinya, terbuka kenaikan jangka pendek namun belum mengubah tren penurunan (bearish) jangka panjang. Moving average convergence divergence (MACD) berada di area positif. Indikator stochastic sudah memasuki area jenuh beli (overbought) di level 99%. Ini menandakan harga bersiap-siap anjlok. Sementara relative strength index (RSI) berada di level 67%. Kondisi ini memungkinkan batubara melanjutkan kenaikan. Wahyu memprediksi harga batubara sepekan berada di level US$ 55-US$ 65 per metrik ton. Menurutnya, selama harga batubara belum berhasil menembus level US$ 75 per metrik ton maka tren jangka panjang masih bearish. Sementara pergerakan harga yang menembus level support US$ 55 akan membawa harga batubara menuju penurunan lebih lanjut. Ibrahim menduga harga batubara sepekan harganya akan berada di kisaran US$ 57,00 – US$ 61,30 per metrik ton. Sementara Guntur menduga harga batubara cenderung naik dalam satu minggu ini dengan rentang harga US$ 60-US$ 62 per metrik ton. Namun secara jangka panjang, harga batubara masih akan lemah seiring melemahnya permintaan. Adapun kisaran harga batubara hingga akhir tahun berada antara US$ 55-US$ 60 per metrik ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Hendra Gunawan