KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Adaro Energy Tbk (
ADRO) berhasil membukukan pendapatan sebesar US$ 2,5 miliar atau turun 26,7% secara
year on year (yoy) sepanjang tahun 2020. Sementara dari sisi
bottom line, emiten batubara ini berhasil membukukan US$ 146,9 juta atau turun 63,6% secara yoy. Analis BRI Danareksa Sekuritas Stefanus Darmagiri dalam risetnya pada 17 Maret 2021 mengatakan, pendapatan ADRO pada tahun lalu telah memenuhi 99% dari proyeksi BRI Danareksa Sekuritas. Sementara dari sisi laba bersih, hanya berhasil memenuhi 60% dari proyeksinya. Sementara analis Sucor Sekuritas Hasan menuturkan, perolehan
bottom line ADRO hanya memenuhi 73,8% dari proyeksi Sucor Sekuritas dan 81,3% dari konsensus. Penurunan ini dinilai tidak terlepas dari kinerja operasional yang menurun pada 2020.
“Penurunan kinerja seiring dengan adanya pandemi Covid-19 yang membuat volume produksi ADRO hanya sebesar 54,5 juta ton atau turun 6% secara yoy. Lalu volume penjualan juga turun 8,5% menjadi 54,14 juta ton atau sedikit di bawah proyeksi Sucor yang sebesar 55 juta ton,” kata Hasan kepada Kontan.co.id, Senin (22/3). Menyambut tahun ini, Hasan melihat ADRO masih punya prospek yang menarik. Ia menilai, dengan China masih memberlakukan kebijakan larangan impor dari Australia, maka pembelian batubara dari Indonesia akan mengalami kenaikan.
Baca Juga: Harga batubara menanjak, simak rekomendasi analis pada saham Adaro Energy (ADRO) Menurutnya, ADRO akan diuntungkan dengan keadaan tersebut. Hal ini tidak terlepas dari 12% dari total volume penjualan ADRO disokong oleh pembelian dari China. Sementara Stefanus meyakini ADRO secara jangka panjang juga akan memiliki pertumbuhan pendapatan lewat batubara termal yang berasal dari penjualan batubara kokas di bawah Adaro Met Coal (AMC). Pada fase pertama, produksinya sudah mencapai 3 juta ton, dan ADRO terus melanjutkan fase kedua di mana diproyeksikan bisa meningkatkan produksi sampai 6 juta ton.
Lebih lanjut, pada tahun ini, ADRO juga akan melakukan pergantian kontraktor seiring mulai berakhirnya kontrak Pamapersada pada akhir Juli tahun ini, ADRO berencana menggantinya dengan Bukit Makmur dan kontraktor in-house di bawah anak perusahaan Saptaindra Sejati (SIS). “Hal ini akan membuat ADRO jauh lebih kompetitif dari segi biaya. Pada area pertambangan bekas Pamapersada, SIS akan melakukan semua pengangkutan batubara dengan mayoritas pemindahan OB sekitar 75-80% dan sisanya 20-25% dilakukan oleh Bukit Makmur,” tulis Stefanus dalam risetnya. Dari sisi volume penjualan, Hasan memproyeksikan ADRO pada tahun ini akan mengalami perbaikan dan mencapai 56 juta ton. Proyeksi tersebut lebih tinggi dari proyeksi manajemen ADRO yang hanya sekitar 52 - 54 juta ton. Menurut Hasan, dengan perbaikan ekonomi global seiring program vaksinasi massal akan turut meningkatkan permintaan terhadap batubara. Sementara untuk proyeksi ASP batubara pada tahun ini, Hasan memperkirakan akan berada di kisaran US$ 75 per ton.
Baca Juga: Harga batubara Adaro (ADRO) terus naik, Maybank kerek proyeksi harga rata-rata “Dengan volume penjualan yang berpotensi lebih tinggi seiring permintaan global juga akan lebih tinggi, pendapatan ADRO pada tahun ini berpotensi akan mencapai US$ 3,3 miliar dengan laba bersih US$ 357 juta,” imbuh Hasan
Namun, dari sisi risiko, Hasan menyebut terdapat tiga hal yang berpotensi jadi katalis negatif, yakni harga batubara yang lebih rendah, tarif royalti yang lebih tinggi, serta proses vaksinasi yang lebih lambat dari perkiraan. Hasan merekomendasikan beli (
buy) saham ADRO dengan target harga Rp 1.700 per saham yang mengimplikasikan PE 10,5 x pada 2021 dan 9,3 x pada 2022. Sementara Stefanus juga merekomendasikan beli (
buy) saham ADRO dengan target harga Rp 1.600 yang mengimplikasikan 12,5x 2021F PE.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi