Harga batubara terangkat pembatasan di China



JAKARTA. Harga batubara mulai bergerak naik seiring upaya pembatasan produksi di China. Namun dalam jangka panjang, batubara masih tetap dibayangi sentimen negatif dari hasil pertemuan negara G20 untuk mengurangi dampak emisi global.

Selasa (14/3) lalu, harga batubara kontrak pengiriman April 2017 di ICE Future naik 1,17% ke level US$ 81,95 per ton dibanding sehari sebelumnya. Dalam sepekan terakhir, harga batubara naik 3,9%.

Wahyu Tribowo Laksono, analis Central Capital Futures mengatakan, masalah pasokan dari China menjadi faktor utama penggerak harga batubara. Pemerintah Tiongkok kini melarang penambangan dengan bahan peledak. Beijing juga berniat terus membatasi produksi batubara.


Larangan penggunaan bahan peledak berlaku di daerah Inner Mongolia, serta provinsi Shanxi dan Sha'anxi. Dampaknya, pabrik harus membeli batubara dengan harga lebih mahal.

Pada awal 2016, China juga membatasi produksi batubara untuk mengangkat harga yang anjlok ke bawah US$ 50 per ton. Akhir tahun lalu, China melonggarkan kebijakan pemangkasan produksi, mengingat harga batubara naik ke atas US$ 100 per ton.

Tapi pekan ini Perdana Menteri Li Keqiang berencana kembali memotong kapasitas produksi batubara sekitar 150 juta metrik ton. "Beberapa minggu terakhir harga batubara memang rentan terkoreksi karena bergerak di bawah US$ 80 per metrik ton. Hal ini memicu harapan China akan kembali memangkas produksi," kata Wahyu, kemarin (15/3).

Andri Hardianto, analis Asia Tradepoint Futures, melihat, penguatan harga batubara terjadi karena penurunan produksi dan konsumsi di China. Selama Januari-Februari, produksi dipangkas 1,7%. Dalam dua bulan, produksi batubara hanya 506 juta ton, padahal periode yang sama tahun lalu menembus 546 juta ton. "Di saat yang sama juga terjadi peningkatan konsumsi energi berbasis batubara sebesar 6,5%," ungkap Andri.

Perjanjian Paris

Walaupun isu pasokan cukup berpengaruh mengangkat harga, tetapi pertemuan menteri keuangan negara anggota G20 untuk membahas iklim ditengarai bakal menjegal penguatan harga. Pertemuan yang digelar 17-18 Maret 2017 di Jerman ini akan kembali membahas pelaksanaan ratifikasi perjanjian iklim Paris. "Pertemuan tersebut dampaknya akan cukup besar karena berkaitan dengan pasokan dan permintaan," ujar Andri.

Jika ratifikasi perjanjian iklim benar-benar diterapkan, kemungkinan konsumen batubara akan beralih menggunakan gas alam. Namun Andri meyakini di kuartal I ini, harga batubara tetap bergerak di atas US$ 80 per ton. Sedangkan dalam jangka panjang, Wahyu memperkirakan harga batubara menguat terbatas di kisaran US$ 70-US$ 110 per ton.

Pada Kamis (16/3) ini, Andri memperkirakan harga batubara akan melanjutkan penguatan dan bergerak di kisaran US$ 80-US$ 82 per ton. Sepekan ke depan harga akan bergerak antara US$ 79-US$ 83 per ton. Sementara menurut hitungan Wahyu, harga batubara akan menguat dan bergerak di kisaran US$ 79-US$ 82,6 per ton hari ini dan di kisaran US$ 75-US$ 85 per ton sepekan ke depan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia