Harga batubara terbang 97% sepanjang 2016



JAKARTA. Performa positif harga komoditas energi juga terasa jelas pada pergerakan batubara sepanjang tahun. Fundamental yang kuat berhasil membawa harga batubara melenggang unggul.

Mengutip Bloomberg, Jumat (23/12) harga batubara kontrak pengiriman Januari 2017 di ICE Futures Exchange terkoreksi 0,50% di level US$ 89,55 per metrik ton dibanding hari sebelumnya. Hanya saja sejak akhir tahun 2015 harga batubara sudah melesat 97,02%.

Wahyu Tri Wibowo, Analis Central Capital Futures menuturkan langkah pemangkasan produksi yang dilakukan China jadi faktor utama yang berhasil mendongkrak harga batubara sepanjang tahun. Lihat saja sepanjang Januari - November 2016 produksi batubara China turun 10% dibanding periode yang sama tahun 2015. Penurunan produksi tersebut tidak hanya terjadi di China tapi juga AS.


International Energy Agency (IEA) menduga produksi batubara AS 2016 akan turun ke level 758,4 juta ton atau merupakan level terendahnya sejak 1978 silam. "Jadi wajar saja harga melambung dan bahkan batubara menjadi komoditas energi dengan performa paling kinclong tahun ini," tutur Wahyu.

Tidak heran pada 1 November 2016 lalu harga batubara berhasil menyentuh level tertingginya sejak April 2013 lalu di US$ 104,60 per metrik ton. Pada saat itu China Coal Energy melaporkan produksi batubara China September 2016 turun 12% dengan stok bulan yang sama turun 14%.

Sebagai salah satu produsen dan konsumen utama batubara jelas hal ini berimbas positif pada harga. "Namun secara fundamental tekanan juga masih datang dari upaya negara maju untuk mengurangi penggunaan batubaranya, ini pula mengapa kenaikan harga batubara cenderung terbatas dan gagal menembus level US$ 100 per metrik ton lagi," ungkap Wahyu.

Faktor ini juga lah yang menjadi penyebab pada 18 Januari 2016 kemarin harga batubara tergerus ke level terendahnya sejak setidaknya 2012 silam di US$ 41,35 per metrik ton.

Hanya saja memang kenaikan harga minyak mentah turut memberi sentimen positif bagi harga batubara di penghujung tahun ini. "Apalagi kan batubara termasuk komoditas yang tidak banyak terkena imbas keunggulan USD," tambah Wahyu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Adi Wikanto