KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Meski tengah berada dalam fase koreksi, pergerakan harga batubara tetap disokong fundamental yang positif. Tingginya tingkat permintaan yang disertai dengan kondisi cuaca yang lebih dingin membuat tren penguatan masih terjaga. Mengutip
Bloomberg, pada penutupan perdagangan Jumat (26/1) harga batubara kontrak pengiriman April 2018 di ICE Futures tercatat melemah 0,43% ke level US$ 104,95 per metrik ton. Sedangkan jika dibandingkan sepekan sebelumnya harganya masih menguat 1,75%. Analis melihat harga emas hitam ini masih mampu melanjutkan penguatannya. “China masih menjadi faktor utama,” ujar Wahyu Tribowo Laksono, Analis PT Central Capital Futures kepada Kontan.co.id, Senin (29/1).
Menurut Wahyu, permintaan batubara untuk bahan bakar pembangkit listrik melonjak setelah Beijing melunakkan pembatasan penggunaan batubara. Demi memastikan adanya pemanas rumah tangga di kawasan China utara saat musim dingin berlanjut, pemerintah negeri Tirai Bambu memutuskan untuk melonggarkan pengetatan. Apalagi ketersedian gas alam sebagai bahan bakar ramah lingkungan juga masih belum mendukung. China mengimpor 22,74 juta ton batubara pada Desember 2017. Jumlah ini naik dari bulan sebelumnya yang hanya mencapai 22,05 juta ton. Jika dilihat sepanjang tahun lalu, China telah mengukir rekor impor tertinggi sejak tahun 2014 pada level 270,9 juta atau naik 6,1% dari tahun sebelumnya. Wahyu pesimistis program pergeseran bahan bakar dari batubara ke gas alam oleh China bisa berjalan mulus. Menurut Wahyu dalam tiga sampai empat tahun ke depan permintaan batubara akan tetap tinggi. Pembangunan pembangkit listrik berbahan bakar gas perlu waktu lama. Apalagi pasokan gas alam dari Rusia masih belum mampu memenuhi semua permintaan. “Selain itu permintaan dari India juga menyokong harga," imbuh Wahyu. Hampir serupa dengan China, pemerintah India juga tengah membatasi impor demi meningkatkan produksi batubara dalam negeri. Tapi, impor batubara masih tetap tinggi karena pasokan domestik belum mencukupi. Deddy Yusuf Siregar, Analis PT Asia Tradepoint Futures meyakini, permintaan yang tinggi masih menjaga reli harga batubara. Sekarang ini saja beberapa perusahaan China juga tengah mengajukan permohonan tambahan pasokan pada pemerintahan setempat. "Ada potensi permintaan akan menguat sampai musim dingin berakhir," kata Deddy. Menurut Deddy, kenaikan permintaan tidak hanya datang dari China, tapi juga dari beberapa negara lain. Selama 2017, Jepang tercatat mengimpor 114,54 juta ton atau naik 4,3% dari tahun sebelumnya. Perusahaan batubara asal Afrika Selatan, Richards Bay Coal Terminal juga membukukan kenaikan ekspor di periode yang sama. Kalau tahun 2016 ekspor hanya mencapai 72,6 juta ton maka di tahun 2017 meningkat menjadi 76,5 juta ton.
Belum lagi kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terkait bea impor solar panel yang baru saja dirilis. Pemerintah AS mulai menarik bea masuk 30% untuk tahun pertama, yang akan turun menjadi 15% pada tahun keempat. Kenaikan tersebut mau tidak mau mendorong pasar beralih menggunakan batubara. "Ini bisa meningkatkan jumlah pembangkit listrik berbahan batubara," imbuhnya. Deddy menebak sampai akhir kuartal I harga batubara masih akan bertengger di kisaran US$ 107 - US$ 108 per metrik ton. sedangkan Wahyu menebak harga akan bergerak di kisaran US$ 70 - US$ 110 per mertrik ton. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati