Harga BBM naik, Jokowi panen kritik dari ormas



JAKARTA. Kebijakan pemerintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi menuai kritikan dan perlawanan dari sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), buruh, dan Organisasi masyarakat (Ormas) dengan beragam alasan.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal menolak keras kenaikan harga BBM sebesar Rp 2.000 per liter ini karena akan membuat daya beli buruh turun 50%, akibat peningkatan biaya hidup sewa rumah, ongkos transportasi, biaya makanan, dan lainnya.

Penolakan ini karena kebijakan ini diambil saat harga minyak dunia sedang turun ke level US$ 80 per barel. Penurunan harga minyak ini mengurangi tekanan terhadap APBN Perubahan 2014 dan APBN 2015 yang memiliki acuan harga minyak Indonesia (ICP) rata-rata sebesar US$ 105 per barel.


Program perlindungan sosial berbentuk kartu sakti presiden Joko Widodo (Jokowi), yakni Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) sebagai bantalan kenaikan harga BBM subsidi dinilai tidak ada hubungannya dengan pengalihan subsidi BBM. Sebab kebijakan ini menggunakan anggaran lama yang dulu bernama Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Bantuan Siswa Miskin (BSM), dan Program Keluarga Harapan (PKH).

"Hal ini diperparah dengan nilai kenaikan upah minimum provinsi/kota yang sangat kecil, sehingga kenaikan upah ini menjadi sia-sia dengan adanya kenaikan harga BBM," ujarnya, Selasa (18/11).

Makanya, Said mengklaim buruh akan mempersiapkan aksi besar-besaran di 20 provinsi dan 150 kabupaten/kota tuk menolak kenaikan harga BBM tersebut dan meminta seluruh gubernur mengubah nilai upah menjadi lebih tinggi lagi akibat dampak kenaikan harga BBM ini.

Majelis Pustaka dan Informasi Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah, Mustofa B. Nahrawardaya juga menolak kebijakan yang diambil Presiden Jokowi ini. Pasalnya, Jokowi tak konsisten antara perkataan saat kampanye dan kebijakan saat sudah berkuasa. "Dahulu, Jokowi berjanji tak akan mencabut subsidi BBM bagi rakyat. Apalagi, keputusan ini diambil saat tak ada tekanan harga minyak dunia," ucapnya.

Siap kepung istana

Penolakan juga datang dari mahasiswa. Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia, Ivan Riansa mengatakan langkah pemerintah mengerek harga BBM bersubsidi di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang sedang lemah akibat kenaikan harga pangan adalah tidak tepat. Kebijakan itu akan semakin menyengsarakan rakyat.

Padahal, ada langkah lain yang harusnya dilakukan pemerintah untuk menekan beban anggaran subsidi BBM yang membengkak, salah satunya adalah melarang penggunaan BBM subsidi untuk kendaraan pribadi.

Lebih jauh, pemerintah semestinya mengambil langkah berani dengan menaikkan tarif pajak kendaraan pribadi dan cukai. “Lebih baik menaikkan tarif pajak bea balik nama kendaraan dan pajak tahunannya ketimbang harga BBM yang naik,” kata Ivan.

Rencananya, seluruh BEM di Indonesia akan menggelar aksi mengepung Istana Presiden yang dilakukan pada Kamis besok (20/11). “Kami  ribuan mahasiswa dari BEM UI, Universitas Negeri Jakarta, IPB, dan BEM lain, sedang konsolidasi dengan aliansi buruh untuk turun menuntut agar kenaikan harga BBM dicabut,” kata Ivan.

Penolakan harga BBM juga datang dari Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB). Kepala Peneliti KPBB, Ahmad Syafrudin mengaku kecewa dengan langkah Jokowi menaikkan harga BBM tanpa melakukan evaluasi atas kualitas BBM bersubsidi yang selama ini dikonsumsi masyarakat.

Dia bilang Jokowi seolah mengulang kebijakan pemerintahan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang hanya melihat dari sisi anggaran tanpa melakukan evaluasi bahwa BBM jenis premium kualitasnya telah di manipulasi selama ini.

Alasannya, harga premium dan solar tak layak naik karena harga yang dijual setara dengan harga di Malaysia namun kualitasnya jauh dari yang dijual di Malaysia. Menurutnya, KPBB pada September lalu telah melayangkan somasi kepada mantan Presiden SBY terkait manipulasi kualitas BBM jenis premium ini, namun hingga saat ini somasi tak digubris.

Kini KPBB pun berencana untuk menagih pemerintah untuk mengevaluasi kualitas premium ini. Dia mengancam akan membawa kasus ini ke ranah hukum lewat gugatan di Pengadilan jika pemerintah tak serius menindaklanjuti desakan untuk mengevaluasi kualitas Premium yang dikonsumsi masyarakat selama ini.

Sama seperti mahasiswa, Ahmad menilai Presiden Jokowi telah mengambil langkah yang keliru dengan menaikkan harga BBM bersubsidi di saat negara lain justru menurunkan harga BBM.      

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Uji Agung Santosa