Harga BBM stagnan, Pertamina tekor



JAKARTA. PT Pertamina mengaku mengalami defisit atas penyaluran bahan bakar minyak (BBM) penugasan jenis solar, premium. Penyebabnya adalah harga BBM yang tak kunjung naik.

Direktur Pemasaran Pertamina Muchamad Iskandar menjelaskan, defisit yang ditanggung Pertamina sudah dimulai sejak harga minyak bergerak di atas US$ 50 per barel. "Sudah di atas US$ 50 per barel mulai Oktober," kata Iskandar, Kamis (23/3).

Defisit terjadi baik di premium dan solar. Untuk solar, Pertamina harus menanggung minus Rp 300 per liter dan premium minus Rp 150 per liter pada Oktober 2016 lalu. "Masih tipis, tapi naik terus. Ya berdampak ke finansial. Pasti nanti pemerintah akan memikirkan," ujarnya.


Namun Iskandar menyatakan, tahun lalu Pertamina masih bisa memperoleh keuntungan dari penjualan BBM penugasan. Sebab, di awal tahun ketika harga minyak turun, pemerintah tidak menurunkan harga BBM.

Total selisih positif dari penjualan BBM penugasan tahun lalu mencapai Rp 2 triliun. Namun dana tersebut sudah habis untuk menanggung selisih negatif dari penjualan BBM hingga Januari 2017. "Awal tahun harga turun, kita enggak diturunkan, kami punya cadangan. Cadangan itu lebih dari Rp 2 triliun. Habis buat konsumsi sampai Januari ini," ujarnya.

Sementara tahun ini Iskandar menyebut total defisit yang ditanggung Pertamina masih dihitung. Perhitungan berdasarkan harga pokok produksi (HPP) BBM penugasan seluruh Indonesia.

Biarpun menanggung defisit Iskandar menyebutkan, Pertamina belum tentu rugi di tahun ini. Asalkan harga minyak dunia turun, Pertamina bisa menutup defisit yang ditanggung selama ini. "Seperti tahun 2015 kami pernah mengalami seperti itu. Bahkan saya pernah jualan premium sehari rugi Rp 80 miliar. Tetapi tatkala harga minyak turun, pemerintah tidak menurunkan, sehingga ada kompensasi," imbuhnya.

Untuk itu Pertamina berharap, pada semester II 2017 akan ada penurunan harga minyak. Sehingga harga BBM tidak perlu lagi berubah.

Pada Januari-Maret harga minyak dunia cenderung bergerak di atas US$ 50 per barel. Pertamina memberikan sinyal, pemerintah tidak akan mengubah harga.

Pertamina siap menerima penugasan dari pemerintah dalam situasi apapun. Termasuk jika hingga 30 Juni 2017 nanti tidak ada perubahan harga BBM penugasan. Ini berarti Pertamina siap menanggung defisit. "Sebenarnya dari bulan Januari kemarin sudah defisit karena harga minyak sudah menembus di atas US$ 50 per barel," kata Iskandar.

Pemerintah saat ini masih melihat dari sisi makro ekonomi. Salah satunya harga-harga bahan pokok, seperti beras masih cukup tinggi. Jika harga BBM naik, bisa meningkatkan inflasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia