JAKARTA. Defisit anggaran 2011 kemungkinan akan melebar dari yang ditetapkan pemerintah di 1,8%. Pasalnya, hingga saat ini pemerintah belum menetapkan kebijakan terkait kenaikan harga minyak. Terlebih, pemerintah kemungkinan besar tidak akan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.Staf Khusus Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) Dedi Masykur Riyadi menyebut, beban defisit anggaran lebih kecil dibandingkan beban pemerintah jika mengeluarkan kebijakan menaikkan harga BBM subsidi. Namun, meski kemungkinan besar defisit anggaran diperlebar lantaran bertambahnya alokasi anggaran subsidi minyak, pemerintah meyakini besaran defisit tidak akan lebih dari 2%."Mungkin saja (defisit dinaikkan) tapi itu di akhir, sekarang belum ada gambaran, mungkin baru Juli akan didiskusikan jika pemerintah lebih memilih tidak menaikkan, membatasi atau menaikan harga BBM subsidi," katanya, kemarin.Menurut Dedi, beban defisit tidak akan terlalu besar lantaran salah satu faktor penolongnya adalah penguatan nilai tukar rupiah. Lebih lanjut dia mengatakan, pemerintah sangat berhati-hati sebelum memutuskan menaikkan harga BBM subsidi. Alasannya, menaikkan harga BBM subsidi akan menimbulkan efek pengganda yang lebih besar.Kenaikan harga BBM, katanya, akan menstimulus kenaikan harga kebutuhan pokok dan harga kebutuhan lainnya. Pemerintah hanya akan menaikkan harga BBM jika keadaannya memaksa. "Jadi defisit lebih baik dipilih daripada harga-harga naik," jelasnya.Namun, jika dilihat secara teori ekonomi, untuk menekan subsidi minyak, satu-satunya langkah adalah menaikkan harga BBM subsidi. Untuk menutupi defisit anggaran yang melebar, pemerintah tidak serta merta akan menggunakan instrument pinjaman. Pemerintah masih memantau pola penyerapan anggaran. Jika penyerapan belanja non operasional tidak maksimal, maka pemerintah bisa menggunakan anggaran tersebut untuk menutupi defisit akibat tambahan alokasi anggaran subsidi.Hanya, kata Dedi, konsekuensinya adalah mengorbankan pertumbuhan ekonomi yang diharapkan bisa lebih tinggi dengan alokasi anggaran belanja yang terus ditingkatkan setiap tahunnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Harga BBM subisidi tetap, defisit anggaran 2011 bisa lebih dari 1,8%
JAKARTA. Defisit anggaran 2011 kemungkinan akan melebar dari yang ditetapkan pemerintah di 1,8%. Pasalnya, hingga saat ini pemerintah belum menetapkan kebijakan terkait kenaikan harga minyak. Terlebih, pemerintah kemungkinan besar tidak akan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.Staf Khusus Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) Dedi Masykur Riyadi menyebut, beban defisit anggaran lebih kecil dibandingkan beban pemerintah jika mengeluarkan kebijakan menaikkan harga BBM subsidi. Namun, meski kemungkinan besar defisit anggaran diperlebar lantaran bertambahnya alokasi anggaran subsidi minyak, pemerintah meyakini besaran defisit tidak akan lebih dari 2%."Mungkin saja (defisit dinaikkan) tapi itu di akhir, sekarang belum ada gambaran, mungkin baru Juli akan didiskusikan jika pemerintah lebih memilih tidak menaikkan, membatasi atau menaikan harga BBM subsidi," katanya, kemarin.Menurut Dedi, beban defisit tidak akan terlalu besar lantaran salah satu faktor penolongnya adalah penguatan nilai tukar rupiah. Lebih lanjut dia mengatakan, pemerintah sangat berhati-hati sebelum memutuskan menaikkan harga BBM subsidi. Alasannya, menaikkan harga BBM subsidi akan menimbulkan efek pengganda yang lebih besar.Kenaikan harga BBM, katanya, akan menstimulus kenaikan harga kebutuhan pokok dan harga kebutuhan lainnya. Pemerintah hanya akan menaikkan harga BBM jika keadaannya memaksa. "Jadi defisit lebih baik dipilih daripada harga-harga naik," jelasnya.Namun, jika dilihat secara teori ekonomi, untuk menekan subsidi minyak, satu-satunya langkah adalah menaikkan harga BBM subsidi. Untuk menutupi defisit anggaran yang melebar, pemerintah tidak serta merta akan menggunakan instrument pinjaman. Pemerintah masih memantau pola penyerapan anggaran. Jika penyerapan belanja non operasional tidak maksimal, maka pemerintah bisa menggunakan anggaran tersebut untuk menutupi defisit akibat tambahan alokasi anggaran subsidi.Hanya, kata Dedi, konsekuensinya adalah mengorbankan pertumbuhan ekonomi yang diharapkan bisa lebih tinggi dengan alokasi anggaran belanja yang terus ditingkatkan setiap tahunnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News