Harga BBM tak naik, Pertamina sulit investasi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Pertamina mengaku khawatir jika harga bahan bakar minyak (BBM) jenis solar dan premium tidak naik akan menganggu kemampuan investasi perusahaan itu di proyek-proyek strategis. Pemerintah hingga saat ini tidak mengizinkan Pertamina menaikkan harga BBM periode Januari sampai 31 Maret 2018 mendatang. Hitung punya hitung, harga BBM ini sejatinya tidak berubah sejak tahun lalu.

Keputusan pemerintah tidak menaikkan harga BBM di tengah kenaikan harga minyak dunia tentu saja membawa dampak bagi keuangan bagi BUMN tersebut. Sepanjang tahun 2017 lalu, selisih harga premium yang harus ditanggung Pertamina hampir Rp 1.000 per liter dari harga premium saat ini sebesar Rp 6.450 per liter. Sementara selisih harga solar bisa lebih besar lagi, yakni mencapai Rp 1.550 per liter. Saat ini harga solar Rp 5.150 per liter.

Kendati Pertamina pada tahun 2017 tidak menaikkan harga jual BBM jenis premium dan solar, perusahaan pelat merah itu masih bisa mencetak laba. Meski sambil menanggung selisih harga kedua jenis BBM itu.


Menurut Direktur Utama PT Pertamina Elia Massa Manik mengatakan, pada tahun lalu dan tahun ini, pihaknya memang masih bisa merasakan untung secara korporasi. "Tapi mungkin akan ada dampak ke depan bagi Pertamina. Kapasitas investasi kita akan terkena dampak," kata Elia dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII, Kamis (18/1) di Gedung DPR/MPR di Jakarta.

Direktur Keuangan Pertamina Arief Budiman menambahkan sepanjang tahun 2017 Pertamina memang masih membukukan laba (unaudit) berkisar US$ 2,2 miliar sampai US$ 2,4 miliar. Pada tahun ini, Pertamina menargetkan laba bisa mencapai US$ 2,4 miliar.Angka itu tercapai dengan asumsi harga BBM tidak berubah. Sementara Indonesian Crude Price (ICP) berada di harga US$ 48 per barel.

Arief optimistis, beberapa tahun ke depan Pertamina masih bisa mencetak laba. Namun memang kemampuan berinvestasi Pertamina akan melemah. Arief menyebutkan, debt-service coverage ratio (DSCR) atau uang yang dihasilkan dibandingkan dengan kewajiban pembayaran bunga akan menurun pada tahun 2021 hingga tahun 2022. Pasalnya Pertamina memiliki kewajiban berinvestasi di berbagai proyek strategis seperti proyek kilang minyak.

"Satu contoh DSCR dari uang yang kami hasilkan dibandingkan kewajiban pembayaran bunga itu sekitar 6, itu bisa turun ke 4 bahkan 2 sampai di tahun 2021 dengan asumsi ICP yang berbeda-beda," jelas Arief.

Padahal menurut Arief, DSCR seharusnya berkisar di angka 3,5. Saat ini DSCR Pertamina masih berada di angka 6. Makanya pada tahun ini, Pertamina masih bisa menjalankan komitmen berinvestasi Kalau saat ini boleh dibilang kondisi Pertamina masih bagus. Buktinya, mulai membangun Tiung Biru, sekitar US$ 1,5 miliar. "Kalau sudah mulai tidak bisa kami berhenti. Tapi poinnya bukan tahun 2018-2019 mungkin nanti kita jaga hati-hati sekitar tahun 2020 sampai tahun 2023," kata Arief.

Tahun ini Pertamina menganggarkan dana investasi alias capital expenditure (capex) sebesar US$ 5,6 miliar. Dana tersebut salah satunya untuk Tiung Biru tadi. Ada juga investasi untuk proyek kilang Balikpapan yang ditaksir sebesar US$ 6 miliar yang dibagi dalam dua fase. Fase pertama sebesar US$ 3,6 miliar dan sisanya sebesar US$ 2,4 miliar untuk fase kedua. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini