Harga BBM turun, belum tentu impor minyak turun



JAKARTA. Pemerintah telah mengumumkan dua kali penurunan harga bahan bakar minyak (BBM) premium setelah dinaikkan pada bulan November 2014 sebesar Rp 2.000 per liter. Penurunan harga terakhir mulai berlaku pada Senin (19/1) di mana harga BBM premium menjadi Rp 6.600 per liter dari sebelumnya Rp 7.600 per liter.

Ekonom Samuel Asset Manajemen Lana Soelistianingsih berpendapat, penurunan harga BBM yang dilakukan pemerintah belum tentu berdampak pada penurunan impor minyak. Malah dengan harga yang rendah konsumsi riil masyarakat akan meningkat.

Yang akan berkurang dari penurunan harga BBM adalah mengurangi potensi penyelundupan minyak. Meskipun pemerintah dalam hal ini berencana akan menetapkan tarif batas bawah dan atas untuk harga BBM premium, ia mengakui, konsumsi masyarakat masih akan tinggi terhadap premium.


Hanya saja, dengan penetapan tarif bawah dan atas akan membantu pengusaha dalam memprediksi inflasi. "Pelaku usaha akan gunakan batas atas untuk mengukur produksi dan biayanya," ujar Lana ketika dihubungi KONTAN, Senin (19/1).

Dengan pengusaha yang bisa memprediksi inflasi maka kenaikan harga barang bisa dihitung oleh pengusaha. Pengusaha mendapatkan gambaran sehingga inflasi relatif terkendali.

Senada dengan Lana,  Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati menilai konsumsi masyarakat bisa membengkak akibat harga BBM turun. Alhasil, impor BBM melonjak.

Impor BBM yang melonjak akan menyebabkan neraca dagang Indonesia terus defisit dan perbaikan neraca transaksi berjalan menuju kondisi surplus sulit terjadi. Di sisi lain, dengan harga BBM yang rendah, pemerintah akan sulit melakukan konversi energi ke energi alternatif seperti gas.

"Harga (premium) yang terlalu rendah tidak akan memunculkan energi alternatif," tandas Enny. Maka dari itu, rencana pemerintah untuk bisa mengenakan tarif batas bawah untuk BBM premium sangat positif.

Sekedar gambaran, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) impor migas pada periode Januari-November 2014 mencapai US$ 40,07 miliar, sementara ekspor migas hanya US$ 27,98 miliar. Alhasil terjadi defisit migas hingga US$ 12,09 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto