Harga BBM turun, harga produk ritel tidak turun



JAKARTA. Langkah pemerintah menurunkan kembali harga bahan bakar minyak (BBM) per 1 Januari 2015 tidak berbuntut ke penurunan harga barang di pasar. Pengusaha ritel dan pedagang pasar ogah menurunkan harga jual dengan alasan harga produk dari pemasok sudah naik.

Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanta menjelaskan, peritel tidak bisa menentukan harga barang di pasar. "Kami hanya mengambil margin dari harga dasar yang sudah dipatok oleh pemasok," jelas Tutum,  Jumat (23/1). Nah, besarnya margin yang diambil tiap peritel berbeda-beda.

Apalagi, fluktuasi harga barang di pasar tidak hanya dipengaruhi oleh harga BBM. Kontribusi BBM sejatinya amat mini, hanya 1%–2% terhadap beban peritel.


Makanya, meski harga BBM sudah turun, peritel masih harus menghadapi lonjakan beban lain. Sebut saja suku bunga, kurs, listrik, gas, infrastruktur logistik, upah buruh, serta birokrasi yang mahal.

Tutum sendiri berharap pemerintah bisa menjaga harga BBM tetap stabil ke depannya. "Kalau tidak, kami bakal kerepotan menentukan harga jual," ujar dia.

Pandangan tidak jauh berbeda dengan Tutum disampaikan Sekretaris Jenderal Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Ngadiran. Ia menyatakan, hanya mau menurunkan harga jual jika harga dari pemasok turun.

Direktur PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk Solihin mengakui, sebagian pemasok minimarket Alfamart, Alfa Midi, dan Lawson sudah mengatrol harga produk ketika pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM akhir 2014. Namun harga tidak otomatis turun ketika harga BBM turun.

Ongkos pekerja gede

Sayang, dia tidak bisa memberi tahu persentase kenaikan harga karena untuk setiap produk berbeda-beda. Solihin bilang, Sumber Alfaria Trijaya mengambil margin kotor rata-rata 12%. Sedangkan margin bersih hanya 2%.

Dengan margin setipis ini, ia mengaku keberatan apabila harus memangkas margin. "Kami harus membayar gaji karyawan," ujar dia. Gaji karyawan memang memakan beban operasional paling besar bagi Sumber Alfaria Trijaya. Porsinya melampaui 40% dari total biaya.

Kenaikan harga produk akibat kenaikan harga BBM juga terjadi di hipermarket Transmart Carrefour. "Itu otomatis," ujar Head of Corporate Affairs PT Trans Ritel Indonesia Satria Hamid Ahmadi. Sayang, dia enggan blak-blakan mengenai margin yang diambil Transmart Carrefour.

Meski begitu, baik Solihin maupun Satria mengklaim tidak terjadi penurunan penjualan di jaringan gerainya. Alasannya, produk yang mereka jual adalah barang konsumsi yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Asal tahu saja, Menteri Perdagangan Rachmat Gobel memberi surat edaran kepada asosiasi pelaku usaha atau pengelola pasar barang kebutuhan pokok pada 16 Januari 2015 lalu. Isinya, pelaku usaha kebutuhan pokok, mulai dari produsen hingga importir, diminta segera menurunkan secara proporsional harga jual barang sampai dengan tingkat konsumen. Tujuannya untuk menjaga stabilisasi harga dan mencapai tingkat inflasi nasional sesuai target pemerintah, yaitu di bawah 5%.

Surat edaran ini muncul setelah pemerintah menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi, yaitu premium dan solar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan