KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga bahan bakar minyak (BBM) keluaran PT Vivo Energy Indonesia menimbulkan polemik bagi industri hilir minyak. Polemik itu terutama soal margin yang bisa diperoleh dalam menjual bensin jenis ini. Pangkal polemik tersebut, Vivo bisa menjual bensin jenis Ron 89 hanya Rp 6.100 per liter. Sementara premium yang dijual Pertamina dengan nilai oktan lebih rendah, yakni ron 88, dijual seharga Rp 6.550 per liter. Jadi, Pertamina untung menjual premium? Kata Pertamina, alih-alih untung, perusahaan ini mengklaim merugi Rp 12 triliun tahun ini dari penjualan premium. Sebab harga minyak dunia naik, tapi pemerintah tidak membolehkan harga premium naik.
Sofyan Yusuf, Direktur Utama Pertamina Retail, menegaskan, jika Pertamina hanya menjual premiun di SPBU sekitar kilang Pertamina, mungkin saja bisa lebih murah lagi dibandingkan produk Vivo. "Tetapi kami memiliki kewajiban mendistribusikan dari Sabang sampai Merauke. "Memangnya biaya transportasi,
handling dan lain-lain itu gratis?" ujarnya ke KONTAN, Kamis (26/10). Fahmi Radhi, mantan Anggota Tim Pemberantas Mafia Migas yang pernah merekomendasikan penghapusan Ron 88 menyatakan, Ron 88 dan Ron 89 tak dijual di pasar. Pengadaannya melalui percampuran (
blending). Jadi, pemerintah membeli minyak oktan 92 atau
high octane mogas component (HOMC) 92. Dari situ, sebanyak 80% HOMC 92 dicampur dengan
light nafta, lalu jadilah Ron 88. Ron 89 kemungkinan percampuran HOMC 92 (90%) dan
light nafta 10%. "Harus dibuktikan di laboratorium komposisinya. Bisa jadi komposisi HOMC 92 lebih rendah (70%), sehingga harga jual lebih murah," ujarnya ke KONTAN, Jumat (27/10). Menurut dia, harga Vivo lebih murah dari premium, karena Pertamina memasukkan komponen biaya infrastruktur dalam pembentukan harga. Sedangkan Vivo tidak. Biaya produksi dan
blending mestinya sama," kata dia. Pengamat migas Errie Sudarmo punya pendapat berbeda. Menurut dia, harga Ron 89 lebih murah karena Vivo punya stok banyak, sehingga harganya di bawah Ron 88. Sementara Pertamina lebih mahal walaupun ron 88, karena Pertamina menanggung biaya distribusi sampai ke pedalaman Papua dan Indonesia Timur.
"Kalau ingin membuktikan, jika Vivo ditugaskan bisa menjual harga Rp 6.100 per liter ke daerah timur apakah harga bisa bertahan dan berapa banyak stocknya?" kata Errie yang mantan Direktur Hilir Migas Kementerian ESDM itu
Corporate Communication PT Vivo Energy Indonesia Maldi Al-Jufrie menyatakan, pihaknya tak mau berpolemik masalah produk. "Kami ingin kehadiran kami tidak merugikan negara atau pihak manapun, kami hanya ingin menghadirkan bensin yang terjangkau," kata dia. November nanti, Vivo akan hadir di Indonesia Timur. Sementara Jurubicara Pertamina Adiatma Sardjito tidak merespons pertanyaan KONTAN. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dessy Rosalina