Harga bensin turun, kinerja AKRA menanjak



JAKARTA. PT AKR Corporindo Tbk (AKRA) meraup berkah penurunan harga minyak mentah. Meski pendapatan menyusut, laba bersih AKRA melesat. "AKRA membeli minyak, lalu dijual lagi ke pasar," ujar Bryan Sjahputra, analis Sinarmas Sekuritas kepada KONTAN, Kamis (17/3).

Perseroan membeli minyak mentah untuk bahan bakar minyak (BBM) berpatokan pada harga internasional yang tengah menurun. Kemudian, emiten ini menjualnya dengan harga yang sudah lebih dulu ditentukan pasar.

Dari sini, terjadi selisih margin yang lumayan. Tahun lalu, AKRA meraih pendapatan Rp 19,76 triliun. Meski turun 12% dibandingkan pendapatan 2014, lantaran margin terkerek, AKRA mampu membukukan pertumbuhan laba bersih 34% year on year (yoy) menjadi Rp 1 triliun.


Bryan memprediksi, tren pelemahan harga minyak masih berlangsung hingga tahun ini. Sehingga AKRA masih bisa memaksimalkan peluang di balik sentimen itu.

Selain menggeluti bisnis kawasan industri dan logistik, mayoritas pendapatan AKRA masih ditopang distribusi BBM dan kimia yang selama ini memang menjadi bisnis utama perseroan.

Mengacu laporan keuangan tahun 2015, AKRA mengantongi pendapatan distribusi BBM dan kimia senilai Rp 18,04 triliun. Dengan beban pokok sekitar Rp 16,16 triliun, laba kotor AKRA mencapai Rp 1,88 triliun.

Dari situ terlihat, margin kotor di lini bisnis tersebut sekitar 10%. Jika tren rendahnya harga minyak plus kuota BBM yang dijual AKRA semakin besar, sudah pasti margin tahun ini bakal lebih baik.

Bryan memprediksi, AKRA mampu mencetak margin kotor 12% pada tahun ini. Kawasan Industri AKRA juga menggarap bisnis kawasan industri, yakni proyek Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE).

Arandi Arianta, analis Bahana Securities dalam risetnya mengatakan, hal yang menyebabkan prospek AKRA menarik adalah proyek JIIPE. JIIPE adalah kawasan industri terpadu, yang dipersenjatai dengan power plant, fasilitas distribusi batubara serta terminal LNG yang semuanya membutuhkan investasi sekitar Rp 2,7 triliun.

"Ini adalah langkah AKRA mendiversifikasi bisnis dari BBM yang memberi margin lebih rendah ketimbang margin kawasan industri," ujar Arandi.

Bryan memprediksi, AKRA mampu meraup margin 55% dari lini bisnis baru kawasan industri. Bahkan, ke depan diprediksi terjadi pergeseran pendapatan AKRA yang semula didominasi distribusi BBM ke kawasan industri.

Namun, pengembangan JIIPE dinilai kurang signifikan, sehingga menghambat potensi pemasukan AKRA lebih jauh. "Yang menjadi kekhawatiran lainnya, sebagian besar penjualan BBM AKRA untuk sektor pertambangan sedang melambat," tambah Bryan.

Franky Kumendong, analis UOB Kay Hian Securities, dalam riset 17 Maret menilai, tahun ini AKRA cukup prospektif. Target AKRA untuk menjual 60 hektare lahan industri pelan tapi pasti mampu menopang kinerja AKRA.

"Saham AKRA diperdagangkan pada PE 22,8 kali, nyaris +2SD diatas rata-rata historikalnya," ujar Franky.

Oleh sebab itu, dia merekomendasikan hold AKRA, dengan target Rp 6.850 per saham. Bryan masih mempertahankan rekomendasi neutral dengan target harga senilai Rp 7.725 per saham.

Erinda Krisnawan, analis CIMB Securities merekomendasikan hold dengan target Rp 8.000 per saham. Harga saham AKRA pada penutupan kemarin naik 1,35% menjadi Rp 7.525 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie