Harga beras berpotensi naik lagi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah kembali memberikan fleksibilitas harga pembelian gabah dan beras kepada Perum Bulog sebesar 20% dari Harga Pembelian Pemerintah (HPP). Fleksibilitas harga ini menjadi yang kedua setelah pada pertengahan tahun 2017 lalu, Bulog juga diberikan fleksibilitas harga 10% di atas HPP.

Kebijakan ini dilakukan dalam rangka menggenjot realisasi penyerapan beras dan gabah Perum Bulog. Apalagi hingga paruh pertama tahun 2018, pemerintah telah memutuskan target penyerapan beras atau gabah setara beras Bulog sebanyak 2,2 juta ton. Jumlah itu mencapai 77,3% dari total target penyerapan beras Bulog tahun 2018 ini yang sebesar 2,7 juta ton.

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, fleksibilitas pembelian gabah dan beras Bulog sebesar 20% hanya bersifat sementara hingga harga beras menurun. "Kami lihat sekarang masih belum turun harga gabahnya, sehingga rapar kordinasi terbatasa (rakortas) menetapkan untuk menaikkan fleksibilitas sampai dengan 20%," ujar Enggar, Senin (12/2).


Menurut Enggar, Bulog tetap menyerap beras sesuai Instruksi Presiden (Inpres) nomor 5 tahun 2015. Dalam Inpres itu HPP gabah kering panen (GKP) di tingkat petani dipatok sebesar Rp 3.700 per kilogram (kg), sementara GKP di tingkat penggilingan Rp 3.750 per kg. Lalu Gabah Kering Giling (GKG) di tingkat penggilingan Rp 4.600 per kg dan GKG di gudang Bulog Rp 4.650 per kg. Sementara HPP beras di gudang Bulog sebesar Rp 7.300 per kg.

Dengan fleksibilitas 20%, maka Bulog bisa membeli GKP di tingkat petani hingga Rp 4.440 per kg dan harga beli beras di gudang Bulog bisa mencapai Rp 8.760 per kg.

Menurut Enggar, kebijakan soal naiknya fleksibilitas pembelian beras Bulog ini ini sudah berlaku sejak ditetapkan dalam rakortas dan ditinjau kembali hingga April 2018. "Kondisi petani harus tetap diperhatikan. Selama petani membutuhkan akan tetap kami lakukan," ujar Enggar.

Picu kenaikan harga

Namun kebijakan fleksibilitas harga pembelian beras Bulog sampai 20% ini, dikhawatirkan bakal berpotensi memicu kenaikan harga gabah dan beras di tingkat petani dan pabrik penggilingan.

Enggar membenarkan kekhwatiran itu. Kendati begitu, ia bilang kebijakan ini diambil untuk mengenjot penyerapan Bulog dan membantu petani saat panen raya dimana harga selalu turun.

Direkut Utama Perum Bulog Djarot Kusumayakti mengatakan, pihaknya masih menunggu surat resmi dari Kementerian Perdagangan (Kemdag) setelah risalah rakortas ditetapkan.

"Setelah diputus harus ada risalah rapat dan surat dari Menteri Perdagangan. Karena dasar kami bekerja basisnya tertulis. Tertulisnya belum, tetapi sudah kami siapkan," ujar Djarot, Senin (12/2).

Menurutnya Bulog saat ini memang kesulitan menyerap gabah lantaran penetapan harga yang terlalu rendah. Dia berharap, dengan adanya fleksibilitas ini, serapan Bulog menjadi semakin baik. "Tapi ini tergantung kepada petani apakah mau menjual seharga itu," tambah Djarot.

Direktur Pengadaan Perum Bulog Andrianto Wahyu Adi sebelumnya mengatakan, Bulog menyiapkan anggaran Rp 15 triliun untuk penyerapan beras pada tahun ini. "Tapi untuk penugasan dari pemerintah, dananya ditanggung pemerintah," ujarnya

Guru besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa menilai kenaikan harga beras 20% dari HPP tidak efektif menaikkan penyerapan Bulog. Menurutnya, kalau serius ingin meningkatkan penyerapan beras maka HPP yang seharusnya naik. "Hanya HPP yang dapat melindungi petani dari harga rendah saat panen raya," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini