Harga Beras Indonesia 20% Lebih Mahal dari Harga Global, Bapanas: Biaya Produksi Naik



KONTAN.CO.ID - NUSA DUA. Badan Pangan Nasional (Bapanas) buka suara terkait data Bank Dunia yang menyebutkan harga beras dalam negeri 20% lebih tinggi daripada harga beras di pasar global. 

Direktur Distribusi dan Cadangan Pangan Bapanas Rachmi Widiriani menjelaskan, tingginya beras di Indonesia terjadi karena kenaikan biaya produksi yang sudah tinggi. 

"Kalau kita runut dari cost factor produksi beras di dalam negeri, kalau kita perhatikan memang tinggi, jadi petani juga berhak mendapatkan keuntungan," kata Rachmi pada media saat di jumpai di Nusa Dua, Bali, Jumat (20/9). 


Baca Juga: Harga Beras Indonesia 20% Lebih Mahal dari Pasar Global, Bank Dunia Beberkan Sebabnya

Rachmi mengakui bahwa saat ini harha gabah petani memang lebih tinggi dari Harga Pembelian Pemerintah (HPP). 

Di lain sisi, ia melihat hal ini menjadi kabar baik bagi petani lantaran mereka akhirnya bisa mendapatkan keuntungan yang lebih besar. 

Walau memang ada dampaknya harga beras di tingkat konsumen memang menjadi lebih besar. Meski demikian, pihaknya menegaskan bahwa pemerintah melakukan berbagai kebijakan untuk membuat harga wajar ditingkat konsumen. 

"Maka petani mendapatkan harga bagus, kemudian di konsumen, juga masyarakat konsumen dapat mengakses beras dengan harga yang terjangkau dengan kualitas yang baik," jelasnya. 

Lebih lanjut, Rachmi menegaskan peningkatan produksi menjadi kunci untuk menjadikan harga beras dalam negeri lebih murah. 

Baca Juga: Harga Pangan Hari Ini (22/9): Beras, Bawang, Cabai, Telur Naik, Daging Ayam Turun

Ada beberapa hal yang perlu dilakukan salah satunya adalah pengembangan bibit yang berkualitas, disamping melakukan efisiensi produksi dan distribusi. 

"Kalau ini dilakukan petani akan dapat dua keuntungan, harga bagus, kemudian penghasilan yang bagus, produksinya tinggi," ujarnya. 

Sebelumnya, Bank Dunia juga mencatat harga beras dalam negeri konsisten tertinggi di kawasan ASEAN. 

Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste Carolyn Turk menilai tingginya harga beras ini terjadi karena beberapa hal, seperti kebijakan pemerintah terkait pembatasan impor dan kenaikan biaya produksi hingga pengetatan tata niaga melalui non tarif. 

Meski begitu, ia menyoroti tingginya harga beras dalam negeri tak sebanding dengan pendapatan petani lokal. 

Baca Juga: Bank Dunia: Harga Beras Indonesia Lebih Tinggi 20% dari Harga di Pasar Global

Merangkum dari hasil Survei Pertanian Terpadu, Badan Pusat Statistik (BPS), pendapatan rata-rata petani kecil kurang dari US$ 1 atau Rp 15.199 per hari. Sementara, pendapatan petani per tahun hanya mencapai US$ 341 atau Rp 5,2 juta. 

Survei ini juga menyoroti pendapatan petani tanaman pangan khususnya beras jauh lebih rendah dibandingkan dengan tanaman perkebunan atau pertanian hortikultura. 

"Jadi petani mendapat keuntungan rendah, padahal di lain sisi konsumen membayar harga beras dengan harga tinggi," jelas Carolyn.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi