Harga beras mulai terkerek, apa yang seharusnya dilakukan Bulog?



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga beras medium yang menjadi makanan sehari-hari masyarakat pelan-pelan menanjak naik. Kenaikan Ini seiring dengan mulai menipisnya produksi di akhir tahun. Langkah Bulog yang lamban menggelontorkan beras simpanan stok hingga 2,4 juta ton beras pun jadi pertanyaan.

“Buat apa simpan-simpan di gudang? Sekarang harusnya sudah menggelontorkan. Apalagi saat ini Bulog kan sudah bebas melakukan operasi pasar di sepanjang tahun,” ucap mantan Menteri Pertanian Anton Apriyantono dalam siaran persnya, Senin (12/11).

Apalagi menurutnya, dengan lansiran data beras terbaru ala Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatatkan surplus 2,85 juta ton, stok di pasaran bisa sangat pas-pasan hingga akhir tahun. Hal ini terlihat dari mulai meningkatnya harga gabah di tingkat petani. “Ada potensi kekurangan beras di akhir tahun. Kan tiap tahun selalu begitu, akhir tahun sampai Februari biasa ada kekurangan. Nggak ada surplus,” tukasnya.


Disebutkan Anton, stok di pasaran bisa berpotensi kurang karena catatan surplus yang dirilis BPS lebih banyak tersimpan di rumah tangga. Potensi kekurangan beras di akhir tahun yang terindikasi dari harga terlihat juga dari data BPS yang menyebutkan adanya penyusutan luas lahan untuk pertanian padi. “Lahan nyusut, sementara tiap tahun ada pertumbuhan masyarakat sekitar 1,4%. Konsumsi pasti nambah. Jadi kekurangan ini sesuatu yang jelas,” katanya.

Hal senada diungkapkan pengamat perberasan sekaligus akademisi UI, Mohamad Ikhsan. Ia mengatakan, terus menanjak naiknya harga beras bukanlah keanehan yang terjadi akibat perdagangan. Kondisi ini tak lain karena memang panenan sudah berkurang. 

Harga gabah dari petani pun dilihatnya memang juga sudah melambung. Karena itu, inilah saatnya melepaskan stok-stok yang ada di gudang Bulog agar harga beras bisa kembali terjangkau. “Stoknya ngapain disimpan, disimpan itu harusnya pada musim panen dan dilepas pada musim bukan panen,” ujarnya.

Ia memperkirakan, untuk bisa mencapai harga normal beras medium, setidaknya Bulog mesti menggelontorkan stoknya sebanyak 100 ribu ton per bulan. Data beras terbaru yang dirilis BPS beberapa minggu lalu, menyatakan terjadi defisit beras hingga 2,53 juta ton pada Oktober-Desember 2018. 

Ini karena produksi padi dalam tiga bulan tersebut hanya 6,89 juta ton atau setara dengan 3,94 juta ton beras. Sementara itu, konsumsi masyarakat di periode yang sama diprediksi mencapai 7,45 juta ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .