KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga beras masih tinggi meskipun segala langkah intervensi penurunan harga telah dilakukan pemerintah. Pengamat Pertanian Center of Reform on Economic (CORE) Eliza Mardian menegaskan penurunan harga bisa ditempuh hanya dengan meningkatkan produksi. Masalahnya, kata Eliza, biaya produksi padi dalam negeri masih terbilang mahal karena tak tersentuh teknologi.
"Faktor terbesar dalam produksi padi adalah biaya tenaga kerja itu hampir 49%, sewa lahan 25% dan 10% pupuk, sisanya untuk benih, pestisida, sewa alat dan lainnya," jelas Eliza pada Kontan.co.id, Jumat (12/1). Masalah lainnya adalah saat ini mencari tenaga kerja di sektor pertanian semakin sulit. Meskipun banyak Sumber Daya Manusia (SDM) di desa, namun banyak yang tidak tertarik ke sektor pertanian.
Baca Juga: Bulog Sebut Impor Beras Tahun 2024 Bisa Lebih 2 Juta Ton Alih-alih berprofesi sebagai petani, masyarakat desa saat ini lebih tertarik menjadi ojek, buruh pabrik atau buruh bangunan. "Sehingga karena supply tenaga kerja pertanian kurang, membuat upah tenaga kerja pertanian relatif mahal, jadi memang perlu mekanisasi," jelas Eliza. Dalam kondisi seperti ini, inovasi teknologi mesin mulai dari menanam, panen hingga merontokan padi untuk lahan yang sempit sangat diperlukan. "Selama ini mesin-mesin yang dibagikan ke petani misalnya mesin perontok padi itu ukurannya besar, perlu diangkut oleh 4 orang untuk bisa ke lahan yang kondisinya tidak dilalui jalan usaha tani," kata Eliza. "Jadi memang mesin-mesin yang diberikan ke petani harus cocok digunakan untuk karakteristik lahan sempit, mengingat mayoritas petani kita berlahan sempit," tambahnya. Dengan demikian, Eliza meyakini biaya produksi padi dapat ditekan dan bisa berdampak pada paningkatan produksi serta penurunan harga beras. Sebelumnya, Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi mengakui penurunan produksi memang menjadi salah satu sebab harga beras tak kunjung turun. Bahkan menurutnya, program bantuan pangan beras dan SPHP hanya ampuh menekan inflasi tapi belum bisa mengembalikan harga beras ke level Harga Eceran Tertinggi (HET).
Baca Juga: Tepis Isu Politisasi Bansos, Pemerintah Jamin Penyaluran Bebas Atribut Politik "Harus diakui bahwa bantuan pangan dan Stabilisasi Pasokan dan SPHP belum berhasil menurunkan harga tapi berhasil menurunkan inflasi," kata Bayu. Ke depan, Bayu memprediksi harga beras masih akan tertahan tinggi. Apalagi, musim panen mengalami kemuduran yang otomatis menyebabkan panen rayanya juga terlambat. Jika dilansir dari Panel Harga Badan Pangan Nasional (Bapanas), Jum'at (12/1), harga beras medium saat ini tercatat Rp 13.260/kg lebih tinggi daripada HET Rp 10.900/kg di zona I. Sementara Beras Premium mencapai Rp 15.050/kg lebih tinggi dari HET zona I yaitu Rp 13.900/kg. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi