Harga Bitcoin Ambruk, Apa Penyebabnya?



KONTAN.CO.ID - Pada Sabtu (27/8/2022), harga Bitcoin turun di bawah level US$ 20.000. Anjloknya Bitcoin tersebut melanjutkan penurunan yang telah mencapai hampir 60% dari level tertinggi tahun ini.

Data Reuters menunjukkan, Bitcoin, cryptocurrency terbesar dan paling terkenal di dunia, terakhir turun 1,5% ke posisi US$ 19.946 pada hari Sabtu atau turun US$ 298 dari level penutupan sebelumnya.

Jika dikalkukasikan, harga tersebut turun 58,7% dari level tertingginya tahun ini di posisi US$ 48.234 yang dicapai pada 28 Maret.


Sementara, Ether, koin yang terhubung ke jaringan blockchain ethereum, turun 2,76% menjadi US$ 1.467,2, atau kehilangan US$ 41,60 dari penutupan sebelumnya.

Penurunan Bitcoin terjadi setelah Wall Street memerah, di mana tiga indeks acuannya berakhir turun lebih dari 3%.

Ada beberapa penyebab yang memicu turunnya harga-harga aset berisiko. Salah satunya adalah Ketua Federal Reserve Jerome Powell memperingatkan agar tidak mengharapkan akhir yang cepat untuk pengetatan suku bunga. Tindakan Fed pada suku bunga telah menyebabkan beberapa investor memperkirakan lebih banyak rasa sakit untuk ekuitas.

"Bitcoin menembus di bawah 20.000 karena investor mengharapkan akhir pekan yang penuh pesimisme dari Jackson Hole untuk menurunkan sentimen," jelas Edward Moya, analis pasar senior di OANDA.

Baca Juga: Daftar Aset Kripto Legal Bertambah, Investor Lokal Jangan Gegabah

Dia menambahkan, "Para gubernur bank sentral Eropa dan Asia kemungkinan akan jauh lebih pesimistis daripada Ketua Fed Powell dan itu membuat banyak pedagang bersiap untuk pembukaan yang lemah pada Minggu malam," tambahnya.

Bitcoin terakhir di bawah US$ 20.000 pada pertengahan Juli.

Bitcoin Mengalami Awal yang Sulit di 2022

Melansir Forbes, Bitcoin mengakhiri 2021 dengan kenaikan hampir 70%. Itu adalah return yang fantastis untuk kelas aset apa pun, apalagi yang tidak memiliki nilai nyata atau kepercayaan dan kredit penuh dari ekonomi nasional di belakangnya.

Namun demikian, pengembalian tahunan 70% mewakili penurunan untuk Bitcoin setelah mendapatkan lebih dari 300% pada tahun 2020.

"Pada tahun 2022, investor berada dalam suasana risk-off, merangkul penerbangan umum ke keselamatan di sebagian besar kelas aset," kata Alex Reffett, salah satu pendiri perusahaan manajemen kekayaan East Paces Group. 

"Secara kolektif, investor telah menunjukkan minat yang lebih besar pada investasi berbasis nilai dan lebih sedikit pada saham spekulatif dan investasi 'penyimpanan nilai' alternatif."

Baca Juga: Pasar Kripto Tak Bergairah, Menunggu Kabar dari Jackson Hole

The Fed saat ini tengah berjuang melawan lonjakan inflasi bersejarah. Salah satunya dengan menaikkan suku bunga acuan. Seberapa besar kenaikan suku bunga masih belum jelas. Akan tetapi, analis memperkirakan bank sentral akan terus menaikkan suku bunga hingga akhir tahun dan hingga 2023. 

“Kami tidak memiliki preseden historis tentang bagaimana Bitcoin dan kripto lainnya dapat bertindak jika kami memasuki periode berkelanjutan ketika bank sentral secara aktif menguras likuiditas,” kata kepala strategi Interactive Brokers Steve Sosnick.  Dia menambahkan, “Itu cenderung menjadi masa-masa sulit bagi investor, dan aset berisiko cenderung berkinerja lebih rendah daripada aset yang lebih aman.”

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie