KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pergerakan Bitcoin (BTC) belum leluasa yang tertahan oleh meningkatnya data inflasi Amerika Serikat (AS). Investor kini tertuju pada keputusan Federal Reserve (The Fed) dan pemilihan presiden AS di bulan November mendatang. Untuk diketahui, inflasi Consumer Price Index (CPI) AS untuk bulan September menunjukkan kenaikan inflasi sebesar 2,4% secara tahunan, sedikit lebih tinggi dari proyeksi pasar yang diperkirakan sebesar 2,3%. Selain itu, inflasi inti, yang tidak termasuk harga energi dan makanan, juga mencatat peningkatan menjadi 3,3%, melampaui prediksi yang sebesar 3,2%.
Merespons kenaikan data inflasi AS tersebut yang dirilis akhir pekan lalu, Bitcoin sempat jatuh ke level US$ 59.000.
Per Senin (14/10) pukul 17.30 WIB, Bitcoin berada di level US$ 64.782 yang meningkat 2,86% dalam sepekan dan naik sekitar 3,19% dalam 24 jam terakhir. Adapun inflasi yang lebih tinggi dari perkiraan dapat mempengaruhi berbagai kelas aset, termasuk aset berisiko seperti Bitcoin. Sementara, penurunan suku bunga biasanya dianggap sebagai sinyal positif bagi aset digital dan komoditas lainnya.
Baca Juga: Bitcoin Bertahan di Level US$ 62.000, Begini Prospeknya ke Depan Banyak pelaku pasar memperkirakan adanya potensi pemangkasan suku bunga tambahan sebesar 25 basis poin (bps) pada pertemuan bulan November 2024. Akan tetapi, setelah data inflasi terbaru yang lebih tinggi dari ekspektasi, potensi untuk adanya pemangkasan suku bunga tambahan semakin berkurang. CEO Indodax, Oscar Darmawan, mengatakan bahwa langkah The Fed menurunkan suku bunga diharapkan mampu memberikan angin segar bagi pasar kripto. Namun, pasar kenyataannya, pasar masih merespons dengan hati-hati. Inflasi yang lebih tinggi dari perkiraan memberikan tekanan pada aset berisiko seperti Bitcoin. Ketidakpastian ekonomi global, ditambah dengan perkembangan geopolitik yang terus berubah, turut mempengaruhi sentimen pasar secara keseluruhan. "Saat ini, pasar kripto secara keseluruhan sedang berada dalam fase konsolidasi, dengan banyak investor yang masih mengadopsi pendekatan
wait-and-see," ujar Oscar dalam siaran pers, Senin (14/10). Oscar menyebutkan, potensi pemangkasan suku bunga belum mampu mengatasi tekanan negatif dari kondisi ekonomi global yang tidak stabil. Sehingga, banyak investor masih menunggu kejelasan lebih lanjut dari arah kebijakan Federal Reserve, sebelum mengambil keputusan investasi yang lebih agresif. Analyst Reku, Fahmi Almuttaqin mengatakan, penurunan suku bunga The Fed dapat cenderung membuat nilai dolar AS melemah.
Dengan demikian, maka dapat membuat instrumen seperti saham dan aset kripto menjadi lebih menarik. Aset kripto dan saham mengalami penguatan ketika indeks dolar AS mengalami koreksi pada bulan Agustus lalu, seiring meningkatnya kemungkinan The Fed akan memangkas suku bunga pada 17-18 September 2024.
Baca Juga: Dolar AS Bertahan Dekat Level Tertinggi Saat Investor Menilai Rencana Stimulus China "Dolar AS bahkan terkoreksi tajam pasca suku bunga The Fed benar-benar diturunkan yang diiringi dengan berlanjutnya peningkatan harga emas, aset kripto, dan saham AS," kata Fahmi dalam siaran pers, pekan lalu. Dengan potensi pemangkasan suku bunga yang bisa mengerek harga kripto, Fahmi mengimbau investor untuk tetap mengambil keputusan yang cermat dan tidak tergesa-gesa. Investor tetap perlu memantau perkembangan terkini di pasar seperti pertemuan FOMC pada 7-8 November dan pemilihan presiden AS pada 6 November 2024. CEO Triv Gabriel Rey mengatakan bahwa pemilihan presiden Amerika Serikat sangat penting bagi perkembangan pasar kripto. kebijakan yang akan diterapkan untuk mengurusi ekosistem kripto akan menentukan masa depan aset digital tersebut. Menurut Gabriel, apabila Donald Trump yang terpilih dalam pilpres AS dan mengalahkan Kamala Harris, maka kripto punya prospek positif. Hal itu karena Trump merupakan kandidat yang berjanji akan mendukung penuh ekosistem kripto. Donald Trump menyatakan bahwa AS harus tetap menjadi negara superpower yang mengontrol aset kripto. Selain itu, Trump berjanji akan mengganti ketua Komisi Bursa dan Sekuritas (SEC) AS yang seiring menuntut perusahaan-perusahaan kripto.
Baca Juga: Pintu Academy: Menyingkap Nilai Intrinsik Bitcoin "Kita tahu sendiri volume perdagangan kripto global sekitar 30% masih dikuasai Amerika Serikat. Jadi intinya akan sangat bagus bagi market kripto, kalau Trump menang," ujar Gabriel kepada Kontan.co.id, Minggu (14/10). Gabriel melihat, Trump akan menjadikan Amerika Serikat sebagai negara yang sangat
cripto-friendly. Dengan asumsi tersebut, maka aset kripto khususnya bitcoin diperkirakan bakal menembus level US$ 100.000 di kuartal I-2025. Sementara itu, kenaikan inflasi AS dipandang hanya merupakan koreksi minor dan sudah
priced-in dengan perkiraan pasar. Sebab, walau inflasi meningkat bisa berpengaruh bagi perubahan arah suku bunga acuan, pelaku pasar masih meyakini adanya pemangkasan suku bunga lanjutan. Oscar juga tetap optimistis bahwa dalam jangka menengah hingga panjang, Bitcoin memiliki peluang untuk kembali menguat. Terutama, jika inflasi berhasil ditekan dan kebijakan moneter mulai melonggar.
"Di balik tekanan jangka pendek ini, saya melihat peluang yang cukup besar untuk Bitcoin dapat pulih, terutama jika kondisi ekonomi global membaik dan pelonggaran moneter terjadi lebih lanjut," jelasnya. Faktor politik juga memainkan peran yang penting dalam menentukan arah pasar kripto ke depan. Hal itu karena menjelang pemilihan presiden Amerika Serikat, calon pemimpin mulai menarik simpati untuk menyediakan kebijakan yang lebih ramah terhadap aset kripto. "Investor tetap optimistis bahwa Bitcoin dapat mengalami pemulihan pada kuartal terakhir tahun ini, terutama jika kebijakan ekonomi global lebih mendukung sektor kripto," imbuh Oscar. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari