KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga Bitcoin (BTC) kembali melonjak hingga US$ 66.000. Kenaikan ini dinilai membuat para investor dan
trader kembali bergairah untuk masuk lebih dalam ke pasar kripto. Berdasarkan coinmarketcap.com, harga BTC melesat 6,66% dalam 24 jam terakhir ke US$ 66.252 pada Kamis (16/5) pukul 14.43 WIB. Harga Ethereum turut mengikuti dengan naik 3,73% ke US$ 3.019.
Trader Tokocrypto Fyqieh Fachrur menjelaskan, kenaikan harga BTC didorong oleh laporan data inflasi inti Amerika Serikat (AS) yang lebih rendah dan meningkatnya investasi institusional pada ETF Bitcoin.
Data Indeks Harga Konsumen (CPI) AS yang dirilis baru-baru ini menunjukkan penurunan inflasi inti ke level terendah dalam 3 tahun sebesar 3,4%. Penurunan ini dinilai telah memicu peningkatan aktivitas di pasar Bitcoin, dengan minat yang signifikan dari bank-bank besar global.
Baca Juga: Harga Bitcoin Menembus US$66.000, Tantang Level Resistensi US$ 69.000 "Korelasi antara inflasi yang lebih rendah dan peningkatan investasi pada aset digital menunjukkan bahwa investor mungkin melihat Bitcoin sebagai lindung nilai terhadap ketidakstabilan ekonomi," kata Fyqieh dalam keterangan resminya, Kamis (16/5). Lebih lanjut, Fyqieh menjelaskan angka inflasi yang baik juga menandakan potensi penurunan suku bunga AS di masa depan. Meskipun The Fed telah mengadopsi pendekatan
wait and see yang hati-hati, data terbaru mungkin mempercepat jangka waktunya. Meski begitu, masih terdapat kekhawatiran mengenai kecepatan penurunan inflasi, yang dapat membatasi ruang lingkup penurunan suku bunga pada tahun ini. Dengan kenaikan harga BTC, diharapkan dapat mendukung pergerakan menuju harga US$ 69.000. Penembusan BTC di atas level resistensi tersebut dapat membuat kenaikan mencapai level tertinggi sepanjang masa US$ 73.808. "Data ekonomi AS, pidato anggota The Fed, dan tren aliran pasar ETF BTC menjadi fokus utama ke depan," analisanya. Lonjakan harga BTC juga didorong oleh meningkatnya minat institusional, khususnya pada ETF Bitcoin. Pengajuan SEC baru-baru ini mengungkapkan bahwa bank-bank terkemuka seperti JPMorgan dan Wells Fargo, bersama dengan bank internasional seperti UBS dan Bank of Montreal, telah mengungkapkan investasi signifikan dalam ETF Bitcoin. Pergeseran ini kemungkinan akan mempertahankan tren kenaikan Bitcoin karena semakin banyak investor institusional yang mulai memasukkannya ke dalam portofolio mereka. Perkembangan yang sedang berlangsung di sektor ETF, dikombinasikan dengan faktor makroekonomi, memberikan kerangka kerja yang kuat untuk memahami kenaikan nilai Bitcoin baru-baru ini dan yang berkelanjutan.
Baca Juga: Pasar Kripto Kembali Menghijau, Bitcoin Sentuh US$ 66 Ribu Tidak hanya BTC,
memecoin atau koin
meme juga melonjak seiring turunnya inflasi AS. Menurut Fyqieh,
memecoin adalah penerima manfaat besar karena penurunan suku bunga berarti peningkatan sentimen ketika investor memindahkan dana ke aset berisiko. Di samping itu, ketika Bitcoin dan pasar kripto tengah stagnan, koin
meme menjadi harapan investor untuk meraih
profit. Menurut laporan CoinGecko, Indonesia menempati peringkat kelima dalam daftar negara yang gemar dengan investasi dan
trading aset kripto
degen. Istilah
degen mengacu pada aset kripto yang berisiko dan spekulatif yang umumnya berkapitaliasasi pasar kecil, biasanya terkait dengan koin
meme. Fyqieh menuturkan, dalam situasi pasar kripto cenderung sepi, investor lebih memilih bereaksi terhadap sektor
memecoin. Banyak investor dan
trader yang berspekulasi di
memecoin untuk mendapatkan
profit. "Namun, harap hindari
all in di
memecoin karena berpotensi fluktuasi tinggi serta tidak ada jaminan untuk investasi jangka panjang," imbuhnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi