KONTAN.CO.ID - Harga Bitcoin makin jatuh, terkapar di level US$ 26.000 pada Kamis (12/5) siang, posisi terendah sejak Desember 2020. Berdasarkan data
CoinMarketCap pada Kamis, harga Bitcoin sempat tersungkur ke US$ 26.766,79. Tapi, mulai bangkit ke US$ 26.955,08 pada pukul 13.50 WIB. Meski begitu, masih anjlok 13,41% dalam 24 jam terakhir dan 31,89% selama sepekan.
Buntutnya, kapitalisasi pasar Bitcoin tergerus 13,41% dalam 24 jam terakhir menjadi tinggal US$ 513,16 miliar. Toh, Bitcoin masih menjadi mata uang dengan kapitalisasi pasar terbesar di dunia, dengan porsi 44,15% dari total US$ 1,16 triliun.
Baca Juga: Pasar Kripto Makin Ambrol Kamis (12/5) Siang, Harga Bitcoin Anjlok ke US$ 27.000 Penurunan harga Bitcoin masih merupakan bagian dari penjualan massal aset digital yang dipicu ledakan
stablecoin TerraUSD (UST). "Ini adalah waktu yang sangat menegangkan di pasar kripto setelah runtuhnya
stablecoin kontroversial UST," kata Analis Pasar Senior Oanda Americas Edward Moya. "Dan, karena mayoritas investor kripto institusional yang berinvestasi tahun lalu sekarang kehilangan uang," ungkapnya kepada
CoinDesk. Luna Foundation Guard (LFG), organisasi nirlaba untuk mendukung jaringan Terra, melakukan
de-peg untuk memulihkan pasak UST 1:1 terhadap dollar AS.
Baca Juga: Tren Bearish Melanda Pasar Mata Uang Kripto, Ini Kata Robert Kiyosaki UST terus jatuh dari pasaknya terhadap dollar AS. LFG pun melepas cadangan Bitcoin untuk memulihkan pasak UST terhadap dollar AS alias
de-peg. Selain itu, "Reaksi pasar terhadap laporan inflasi AS akan membuat sulit untuk menarik investor mana pun yang masih berada di sela-sela," ujar Moya. "Risiko di Wall Street tumbuh dan sekarang termasuk kesalahan kebijakan The Fed, risiko likuiditas dan kredit, dan kekhawatiran pertumbuhan," sebutnya. Dia menambahkan, Bitcoin "tetap sangat rentan terhadap tekanan jual lebih lanjut dan bisa melihat penjualan teknis lebih lanjut jika level US$ 28.500 tembus".
Editor: S.S. Kurniawan