Harga Bitcoin Turun Signifikan ke Level US$ 67.919, Simak Sentimennya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasar kripto, khususnya Bitcoin (BTC) mengalami koreksi tajam baru-baru ini, turun hampir 7% dalam 24 jam terakhir dari ATH terbarunya di US$ 73.682 atau setara dengan Rp 1,151 miliar. Bahkan, pada hari ini, Jumat (15/3) pukul 15.30 WIB harga BTC anjlok ke US$ 67.919. 

Trader Tokocrypto, Fyqieh Fachrur mengatakan, penurunan ini dipicu oleh turunnya arus masuk dana investasi ETF Bitcoin dan rilis data ekonomi Amerika Serikat (AS) yang menunjukkan keadaan inflasi begitu keras dari perkiraan sebelumnya. 

Fyqieh mengatakan, lonjakan arus keluar bersih dari Grayscale Bitcoin Trust (GBTC) dan kemunduran arus masuk bersih iShares Bitcoin Trust (IBIT) juga berdampak pada penurunan. 


Baca Juga: Harga Bitcoin Berpotensi Pecah Rekor Lagi ke US$ 80.000 di Akhir Bulan Maret 2024

“GBTC melihat arus keluar bersih sebesar US$276.5 juta, naik dari US$79.0 juta pada Kamis (14/3). IBIT melihat arus masuk bersih turun dari US$849,0 juta menjadi US$586,5 juta di hari yang sama,” kata Fyqieh kepada Kontan.co.id, Jumat (15/3). 

Lebih lanjut, Fyqieh menjelaskan bahwa kenaikan Indeks Harga Produsen (PPI) dan Indeks Harga Konsumen (CPI) menandakan inflasi yang lebih tinggi, sehingga mendorong spekulasi bahwa The Fed akan mengadopsi kebijakan moneter yang lebih ketat daripada yang diharapkan sebelumnya.

“Data PPI bulan Februari yang baru rilis Kamis (14/3) malam kemarin, naik 0,6%, dua kali lipat dari bulan Januari dan melampaui ekspektasi para ekonom,” kata dia. 

Fyqieh bilang, meski PPI inti tidak memperhitungkan biaya pangan dan energi, namun melambat menjadi 0,3% dari 0,5%, dan angka tersebut masih di atas perkiraan sebesar 0,2%. 

“Dan laporan ini mengikuti CPI yang juga menunjukkan inflasi tahunan sebesar 3,2%, dengan inflasi inti naik menjadi 3,8%,” kata dia. 

Peningkatan inflasi ini telah mempengaruhi pasar obligasi, dengan imbal hasil Treasury 10-tahun naik menjadi 4,30%. Indeks Dolar AS (DXY) yang naik juga mempengaruhi aset berisiko, seperti Bitcoin. DXY tercatat naik sekitar 1% dalam seminggu terakhir. 

Dengan kondisi tersebut, Fyqieh mengatakan dapat mengurangi minat investor terhadap aset berisiko, termasuk Bitcoin. Padahal, pasar telah mengalami penyesuaian ekspektasi terhadap kebijakan moneter The Fed. Awal tahun ini, pasar memprediksi pemotongan suku bunga sebesar 150 basis poin pada tahun 2024. 

“Namun, data ekonomi terbaru menghapus harapan tersebut, dengan peluang pemotongan suku bunga pada pertemuan FOMC mendatang menjadi semakin tidak mungkin,” imbuhnya. 

Bitcoin Anjlok, Meski Naik Signifikan pada Awal Tahun

Fyqieh menuturkan, Bitcoin telah mengalami kenaikan dramatis sekitar 70% sejak awal tahun 2024, mencapai rekor tertinggi baru di lebih dari US$73.000, dan kini mengalami tekanan berat. Saat ini, BTC diperdagangkan dikisaran di bawah level support kuatnya US$70.000, menandai penurunan lebih dari 6% dalam 24 jam terakhir.

Menurut dia, kondisi ini menegaskan kembali betapa sensitifnya pasar kripto terhadap perubahan kebijakan dan kondisi ekonomi makro. Para investor dan trader di pasar kripto perlu memperhatikan lebih dekat indikator ekonomi dan kebijakan moneter untuk menavigasi pasar yang volatil ini.

“Sentimen Crypto Fear & Index juga mengalami penurunan dari sisi angka, dari 88 poin ke 83 poin pada Jumat (15/3), meski masih di kategori "Extreme Greed",” kata Fyqieh.

Fyqieh menilai, penurunan ini mengindikasikan bahwa meskipun masih ada tingkat keinginan yang tinggi untuk berinvestasi, tetapi ada sedikit penurunan kekhawatiran atau ketakutan di pasar. Sentimen ini dapat tercermin dari perubahan harga aset kripto dan aktivitas perdagangan yang terjadi secara umum. 

“Terlepas dari fluktuasi harian, perubahan ini menunjukkan adanya pergeseran dalam persepsi dan emosi investor terhadap pasar kripto,” ungkapnya. 

Baca Juga: Sampai Level Berapa Harga Bitcoin Melaju? Ini Penjelasannya

Dia memprediksi bahwa kemungkinan besar, pasar kripto akan terus mengalami koreksi sementara dan kembali berada dalam mode sideways pada akhir pekan ini. Terutama, pekan depan akan ada pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) berikutnya, yang dijadwalkan pada Rabu, 20 Maret 2024, yang tidak akan menghasilkan penurunan suku bunga.

Selain itu, menurut perkiraan terbaru dari FedWatch Tool CME Group, peluang penurunan suku bunga pada pertemuan FOMC berikutnya di bulan Mei hanya sebesar 6,2% pada saat penulisan laporan ini.

Dia menyebutkan, salah satu penyebab koreksi lainnya adalah data dari IntoTheBlock yang menunjukkan bahwa saat ini 100% pemegang Bitcoin telah memperoleh keuntungan. Namun, hal ini juga dapat memicu aksi jual jika Bitcoin turun di bawah level support penting dalam jangka pendek.

“Dengan Bitcoin mencapai level baru minggu ini dan mencapai US$73K, tidak mengherankan jika investor besar menjual sebagian lagi simpanan BTC-nya,” ujarnya.

Hal tersebut, Fyqieh bilang, terlihat dari banyaknya pemilik besar aset yang mengirimkan ribuan BTC ke bursa kripto, seperti yang dilaporkan oleh pelacak blockchain Whale Alert.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .