Harga Bitcoin Turun Tajam pada Awal Agustus, Dipicu Peningkatan Risiko Geopolitik



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga Bitcoin (BTC) mengalami penurunan tajam pada awal Agustus ini. Berdasarkan CoinmarketCap, harga Bitcoin turun 3,84% ke level US$ 63.849 pada Kamis (1/8) pukul 22.00 WIB. 

Trader Tokocrypto, Fyqieh Fachrur mengatakan, harga Bitcoin turun karena meningkatnya risiko geopolitik yang menarik perhatian investor setelah pertemuan The Fed bulan Juli berakhir.

Selain itu, konferensi pers Ketua The Fed, Jerome Powell, yang mengumumkan tetap mempertahankan laju suku bunga pada 5,25-5,5% juga menjadi penyebab turunnya harga BTC. 


“Bitcoin turun di bawah level US$ 65.000 dari yang sebelumnya berada di sekitar level US$ 66.500,” kata Fyqieh kepada Kontan.co.id, Kamis (1/7). 

Baca Juga: Potensi Bitcoin Bulan Agustus di Tengah Sentimen Makroekonomi dan Konflik Geopolitik

Fyqieh mengatakan bahwa penurunan harga Bitcoin juga dipengaruhi oleh sentimen distribusi BTC oleh Mt. Gox, yang mana pemerintah AS mentransfer Bitcoin senilai US$ 2 miliar, serta kondisi geopolitik Timur Tengah yang kembali memanas pasca pimpinan Iran dilaporkan memerintahkan serangan balasan terhadap Israel atas wafatnya Kepala Biro Politik Hamas, Ismail Haniyeh.

"Tekanan penjualan BTC terjadi disebabkan oleh meningkatnya risiko konflik yang lebih luas di wilayah Timur Tengah. Sentimen negatif ini membuat investor cenderung mengurangi eksposur terhadap aset berisiko tinggi seperti kripto, termasuk Bitcoin,” imbuhnya. 

Selain itu, dia menilai adanya distribusi Bitcoin dari Mt. Gox dan langkah pemerintah AS yang mentransfer Bitcoin dalam jumlah besar tersebut juga mempengaruhi likuiditas pasar, meningkatkan tekanan jual dan ketidakpastian di kalangan investor. 

Baca Juga: Transaksi Kripto Meningkat Pesat, Penerimaan Pajak Indonesia Meroket

“Kombinasi dari faktor-faktor ini memberikan tekanan yang signifikan pada harga Bitcoin saat ini," ujar Fyqieh.

Lebih lanjut, Fyqieh menjelaskan pada tanggal 19 Juli, harga Bitcoin kembali ke level US$ 64.000, didorong oleh perubahan narasi politik AS terhadap industri kripto dan antisipasi peluncuran ETF Ethereum spot yang berbasis di AS. Padahal, beberapa upaya telah dilakukan untuk mendorong harga lebih tinggi menuju US$ 70.000, tetapi semuanya gagal memicu tren harga yang lebih luas.

"Sebaliknya, Bitcoin telah merosot di bawah area utama berfluktuasi antara US$ 65.300 dan US$ 68.400 selama hampir sepuluh hari terakhir,” kata dia. 

Menurut Fyqieh, penurunan Bitcoin di bawah level US$ 65.000 menjadi kekhawatiran, karena hal ini mengindikasikan melemahnya momentum bullish jangka pendek. Para analis teknis melihat potensi penurunan lebih lanjut menuju level support terdekat di US$62.000. 

“Sentimen pasar juga terpengaruh oleh ketidakpastian seputar regulasi kripto global dan kekhawatiran akan inflasi yang meningkat," tuturnya.

Baca Juga: Aset Kripto Berpotensi Tertekan di Agustus, Pasar Masih Menanti Kepastian The Fed

Kendati begitu, Fyqieh mengatakan bahwa Crypto Fear & Greed Index juga menunjukkan selera yang tinggi bagi investor kripto. Posisi awal pekan ini masih di level Greed dan ada peningkatan poin menjadi 74 dari 70 di minggu lalu. Artinya, hal ini memperlihatkan bahwa sentimen pasar terhadap aset kripto masih positif dan optimis.

“Peningkatan ini bisa menjadi indikasi, lebih banyak investor yang merasa percaya diri dalam memasuki pasar, meskipun volatilitas yang tinggi sering menjadi ciri khas dari aset kripto,” kata dia. 

Namun, dia menilai penting untuk diingat bahwa tingkat Greed yang tinggi juga dapat menandakan potensi risiko overconfidence di kalangan investor.  Dia menuturkan, ketika pasar terlalu optimis, sering kali terjadi pembelian aset secara besar-besaran yang dapat mendorong harga ke level yang tidak wajar.

“Maka saya prediksi, harga Bitcoin di akhir tahun 2024, akan berada di sekitar level US$ 80.000,” tandasnya. 

Selanjutnya: Simak Strategi Menyusun Portofolio Investasi di Era Penurunan Suku Bunga

Menarik Dibaca: BisKita Trans Depok Angkut 49.933 Penumpang Sejak Beroperasi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto
TAG: