Harga CPO Berfluktuasi, Simak Rekomendasi Saham Emiten Sawit Berikut



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja emiten produsen minyak sawit mentah alias crude palm oil (CPO) dinilai masih belum cerah di tengah pergerakan harga minyak nabati itu yang berfluktuasi.

Mengutip Bloomberg, Senin (16/12) pukul 15.42 WIB, harga CPO untuk pengiriman Februari 2025 di Malaysia Derivative Exchange ada di level MYR 4.862 per ton, turun 0,89% dari akhir pekan lalu yang ada di MYR 4.906 per ton. Dalam sebulan, harga CPO telah turun 3,77% dari 15 November lalu yang ada di level MYR 5.053 per ton.

Sejumlah sentimen positif dan negatif membayangi kinerja emiten CPO. 


Baca Juga: Naiknya Harga CPO Memicu Lonjakan Harga MinyaKita

Pasar masih khawatir akan penurunan kinerja harga CPO sejak kemenangan Donald Trump dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) Amerika Serikat (AS). 

Di sisi lain, pemerintah juga menargetkan pemanfaatan biodiesel bisa mencapai 12,5 juta kiloliter pada 2025. Angka tersebut meningkat dari penggunaan biodiesel pada 2023 di pasar domestik yang tercatat mencapai 12,2 juta kiloliter.

Peningkatan pemanfaatan biodiesel ini seiring dengan rencana pemerintah untuk menerapkan program B40, yaitu campuran 40% biodiesel dalam bahan bakar solar.

PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO) melihat, wacana pemerintah untuk meningkatkan mandat biodiesel menjadi B40 pada tahun 2025, bakal menaikkan permintaan CPO untuk kebutuhan domestik pada tahun 2025.

Head of Investor Relation SGRO, Stefanus Darmagiri mengatakan, strategi yang dapat kami lakukan adalah dengan menerapkan Best Agronomy Practices dengan tetap fokus dalam meningkatkan produktivitas CPO perseroan melalui program intensifikasi.

Harga jual rata-rata alias average selling price (ASP) CPO SGRO pada September 2024 adalah sebesar Rp 12.548 per kilogram (kg), naik sebesar 9% secara tahunan alias year on year (yoy). 

“Dengan harga CPO yang masih baik serta ditopang dengan produksi CPO SGRO yang akan lebih baik pada semester II ini, kami berharap kinerja keuangan perseroan akan lebih baik pada semester kedua 2024,” ujarnya kepada Kontan, Jumat (13/12).

Baca Juga: Harga CPO Melaju, Intip Rekomendasi Saham Sawit Sumbermas Sarana (SSMS)

Meskipun tidak menyebutkan harga, produksi bulanan SGRO per November 2024 diperkirakan masih mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya. 

“Dengan mulai meredanya dampak El-Nino yang menyebabkan perbaikan produksi di September hingga November 2024, kami berharap produksi SGRO pada semester II 2024 ini akan lebih tinggi jika dibandingkan dengan semester I,” paparnya.

Stefanus menuturkan, target produksi tahun 2025 sedang dalam proses penyusunan budget, namun produksi tandan buah segar (TBS) dari kebun inti SGRO diperkirakan akan mengalami perbaikan pada tahun 2025. 

“Gapki juga memperkirakan produksi CPO nasional akan mengalami perbaikan sebesar 4% – 5% pada tahun 2025,” tuturnya.

PT Nusantara Sawit Sejahtera Tbk (NSSS) menyambut baik fokus pemerintah dalam mengembangkan B40 di tahun 2025. 

Direktur NSSS Kurniadi Patriawan mengatakan, perseroan mendukung program B40 lantaran bisa membantu memberdayakan sumber daya alam Tanah Air. Program B40 dinilai juga bisa mengurangi beban negara untuk impor bahan bakar fosil.

“Dengan menggunakan energi baru terbarukan (EBT), Indonesia bisa berkontribusi untuk program global untuk lebih ramah lingkungan,” ujarnya dalam Paparan Publik NSSS, Senin (16/12). 

Menurut Kurniadi, NSSS sudah berkontribusi untuk program B40 karena beberapa pembeli CPO dari perseroan sudah memiliki program biodiesel.

“Mereka juga merupakan perusahaan-perusahaan yang memiliki refinery. Sehingga, bahan-bahan produk kami pun juga ada yang sebagian dipergunakan untuk biodiesel, meskipun bukan mayoritas,” paparnya.

Di sisi lain, Kurniadi juga optimistis dengan kinerja perseroan di tengah kenaikan harga CPO.

Baca Juga: Pemerintah Pastikan B40 Berlaku 1 Januari 2025

“Kami belum menghitung proyeksi target produksi dan penjualan, tetapi kami optimistis ada peningkatan. Sebab, kondisi cuaca juga sudah stabil hingga tahun depan,” ungkapnya.

Head of Research & Chief Economist Mirae Asset, Rully Arya Wisnubroto mengatakan, emiten komoditas hingga 2025 masih akan dibayangi volatilitas harga global, termasuk untuk CPO. 

“Alhasil, kinerja emiten CPO juga masih berat. Hanya emiten energi seperti batubara dan minyak bumi yang kemungkinan akan terkerek naik usai terpilihnya Trump,” ujarnya saat ditemui Kontan, Kamis (12/12).

Apalagi, China dan India, sebagai negara dengan permintaan CPO terbesar, masih mengalami penurunan ekonomi. Sentimen perang dagang membuat pertumbuhan ekonomi dan negara berkembang menjadi stagnan, sehingga membuat permintaan untuk CPO tersendat.

“Oleh karena itu, sentimen positif untuk emiten CPO masih bergantung pada kebijakan pemerintah, seperti penerapan B40 di tahun depan,” ungkapnya. 

Alhasil, Rully belum memberikan rekomendasi untuk emiten CPO.

Head of Investment Nawasena Abhipraya Investama Kiswoyo Adi Joe, melihat, emiten CPO sudah bisa mengantongi untung penjualan di level harga sawit global di kisaran MYR 4.000 per ton.

“Biaya produksi untuk penanaman dan perawatan tanaman serta produksi itu mungkin hanya butuh sekitar MYR 2.000 per ton. Jadi, sudah dua kali lipat keuntungannya,” ujarnya kepada Kontan, Minggu (15/12).

Sentimen utama yang memengaruhi kinerja harga CPO global adalah pergerakan kinerja harga jagung dan kacang kedelai. Jika dua minyak nabati alternatif itu naik, harga CPO otomatis ikut naik.

Terkait harga saham para emiten CPO, Kiswoyo melihat pergerakannya sudah sesuai dengan kinerja operasional masing-masing. 

Sejumlah emiten CPO mencatatkan kenaikan kinerja harga saham. Misalnya, kinerja saham SGRO naik 0,5% YTD. PT Triputra Agro Persada Tbk (TAPG) naik 45,87% YTD, NSSS naik 55,93% YTD, dan PT Dharma Satya Nusantara Tbk (DSNG) naik 82,88% YTD.

Namun, saham PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) turun 12,10% YTD dan PT Austindo Nusantara Jaya Tbk (ANJT) turun 0,6% YTD.

“Investor melihat emiten yang memiliki umur tanaman yang cenderung muda, sehingga produksinya bisa lebih tinggi di antara peers. Emiten yang harga sahamnya naik signifikan itu punya tanaman yang ada di usia produktif,” tuturnya.

Kiswoyo pun memberikan rekomendasi beli untuk TAPG, DSNG, LSIP, dan AALI dengan target harga masing-masing Rp 1.000 per saham, Rp 1.350 per saham, Rp 1.250 per saham, dan 7.000 per saham.

Selanjutnya: Promo Pizza Hut 16-31 Desember 2024, Diskon Sampai 34% Spesial Akhir Tahun

Menarik Dibaca: 3 Kandungan Skincare yang Tidak Boleh Dicampur dengan Alpha Arbutin, Catat Ya!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi