JAKARTA. Harga miyak kelapa sawit atau
crude palm oil (CPO) bertahan di level tertinggi sejak September 2012. Ketatnya pasokan mendukung kenaikan harga di saat permintaan melemah. Mengutip
Bloomberg, Selasa (29/11) pukul 17.00 WIB, harga CPO kontrak pengiriman Februari 2017 di Malaysia Derivative Exchange tergerus 0,87% ke level RM 3.050 atau US$ 684 per metrik ton dibanding sehari sebelumnya. Namun dalam sepekan terakhir, CPO menanjak 4,3%. Harga CPO sudah empat hari bertahan di atas RM 3.000 per metrik ton yang merupakan level tertinggi sejak September 2012. Wahyu Tribowo Laksono, Analis PT Central Capital Futures mengatakan, faktor pasokan masih cukup signifikan mendukung kenaikan harga.
Hal ini terkait dengan adanya moratorium lahan sawit yang mengancam produksi CPO. Apalagi efek El Nino yang menyebabkan penurunan produksi CPO juga masih terasa. "Secara umum, terlihat ketatnya cadangan CPO ketika
output dan pasokan tidak naik," ujarnya. Sebenarnya tingkat permintaan saat ini sedang melemah. Terlihat dari data survei kargo
Intertek Testing Services yang menunjukkan ekspor CPO Malaysia periode 1-25 November yang turun 10% menjadi 895.625 ton dibanding periode sama bulan sebelumnya. Seiring pula dengan data survei
Societe de Surveillance yang menunjukkan ekspor CPO Malaysia 1 - 25 November turun 10,3% menjadi 895.077 ton. "Tetapi pasokan lebih dominan dalam menggerakkan harga," kata Wahyu. Di samping itu, outlook
bullish dari pasar juga mendukung harga. Dalam konverensi internasional CPO yang diadakan di Nusa Dua Bali, pekan lalu, beberapa analis terkemuka memprediksi penguatan CPO tahun depan. Seperti Dorab Mistry yang memperkirakan harga CPO akan menguat 10% pada kuartal pertama 2017. Analis lain, Siegfried Falk menyatakan CPO di bursa Rotterdam bakal meningkat ke level US$ 770 - US$ 800 per ton dari Januari hingga Maret 2017. Ketika angka ekspor melemah, permintaan CPO untuk biodiesel berhasil mengangkat harga CPO. Lembaga pemerintah menyatakan, permintaan CPO Indonesia untuk program biodiesel akan meningkat 70% di tahun 2020 lantaran menipisnya perbedaan harga dengan diesel konvensional serta semakin banyaknya subsidi untuk biodiesel.
Bayu Krisnamurthi, Direktur Utama Badan Pengelolaan Dana Perkebunan (BPBD) mengatakan. permintaan biodiesel akan meningkat menjadi 10,6 juta ton pada awal dekade depan dari proyeksi 6,3 juta ton tahun ini. Sementara itu, Indonesia menargetkan 90% kenaikan pada konsumsi biodiesel di tahun 2017 menjadi 5,5 juta kiloliter dari estimasi 2,9 juta kiloliter tahun ini. Secara keseluruhan, permintaan dari Eropa juga meningkat meski ada penurunan dari Uni Eropa dan India. Di samping itu, pelemahan ringgit mendukung kenaikan CPO. "Masalah permintaan dapat menjadi ancaman ke depan. Tetapi tidak dalam jangka pendek ini, kecuali ancaman
overbought," imbuh Wahyu. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia