Harga CPO diprediksi terus menguat, begini nasib emiten CPO hingga akhir tahun



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Kinerja emiten perkebunan diperkirakan bakal terus menerus membaik menuju level tertinggi. Ini seiring dengan proyeksi penurunan produksi minyak sawit dalam dua hingga tiga bulan ke depan, sementara konsumsi bakal meningkat hingga akhir tahun dan jelang  tahun baru Imlek tahun depan.

Analis Independen Saham emiten.com Agung Surya Thidar memperkirakan, persediaan crude palm oil (CPO) di dalam negeri bakal turun 10% hingga akhir 2020. Hal tersebut didorong pulihnya konsumsi dalam negeri dan meningkatnya ekspor CPO. 

“Namun, harga saham CPO saat ini masih tertahan oleh akumulasi beberapa institusi. jadi lebih baik ditunggu saja," kata dia dalam riset yang diterima Kontan.co.id, Senin (23/11).


Agung pun memberi contoh harga wajar saham PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP) ada di kisaran Rp 550-Rp 600. Sedangkan untuk PT Astra Argo Lestari Tbk (AALI) harga saham wajarnya di level Rp 12.000,  kemudian harga wajar saham PT Tunas Baru Lampung Tbk (TBLA) dalam rentang Rp 1.000-Rp 1.050.

Baca Juga: Menlu Retno pastikan Indonesia akan terus melawan diskriminasi sawit

Sementara Denny Huang, CEO emiten.com menjelaskan, harga CPO juga akan terus merangkak naik karena adanya fenomena La Nina. Hal tersebut bakal memangkas prospek produksi CPO pada kuartal IV-2020. 

Selain itu, iklim kering berkepanjangan di Amerika Serikat (AS) menyebabkan prospek produksi soybean yang merupakan substitusi CPO menurun sehingga harga soybean oil meningkat. Disertai lockdown di beberapa wilayah Malaysia serta petani mandiri yang belum mulai menanam sawit kembali.

Menurutnya, sentimen pajak ekspor CPO sebenarnya tidak perlu ditakuti karena bila diperhatikan tidak hanya CPO saja yang mengalami kenaikan melainkan komoditas lainnya seperti jagung, soybean dan minyak sendiri. Justru saat ini pemerintah Indonesia dapat menambah pemasukan negara dengan adanya peningkatan pajak ekspor. 

Supply CPO tertekan jadi tidak masalah karena harga CPO juga naik mengikuti. Sudah di atas RM 3.300 per ton tetapi sahamnya masih di akumulasi karena pas bertepatan dengan pengumuman pajak ekspor. Sayang sekali momentum ini,” pungkas Denny.

Selanjutnya: Tahun depan, Gapki prediksi pasar ekspor minyak sawit masih belum pulih 100%

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari