JAKARTA. Harga Crude Palm Oil (CPO) kembali naik, setelah sempat melandai di bulan Maret 2011. Berdasarkan data Bloomberg, harga CPO di bursa Chicago Mercantile Exchange (CME) untuk pengiriman Juni 2011 per 11 April 2011 berada di level US$ 1.140 per metrik ton (MT). Harga ini lebih tinggi 5,65% dibanding harga minggu kedua Maret 2011 yang masih di angka US$ 1.079 per MT.Kembali naiknya harga CPO di bursa global diakibatkan oleh tingginya harga minyak dunia. Harga minyak dunia saat ini sudah melebihi US$ 111 per barel sebagai ekses dari konflik politik di Libia dan negara-negara Timur Tengah dalam beberapa waktu terakhir.Tingginya harga minyak dunia membuat permintaan CPO meningkat drastis untuk digunakan sebagai bahan baku bioethanol dan biofuel. Dua energi ini memang menjadi alternatif di tengah membubungnya harga minyak dunia. "Tingginya harga minyak dunia, membuat CPO akan terdorong," ujar Ryan Long, trader OSK Investment Bank, Bhd. seperti dikutip Bloomberg, akhir pekan lalu.Akmaludin Hasibuan, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), mengaku gembira dengan kembali naiknya harga CPO. Pada Maret 2011, harga CPO sempat terkoreksi ke level US$ 1.076 per MT akibat kelebihan pasokan dari Malaysia. Dengan kembali naiknya harga CPO, maka nilai ekspor CPO sangat mungkin akan terkatrol. "Kalau harga naik, nilai ekspor kita jelas bakal meningkat," ujar Akmaludin kepada KONTAN, Senin (11/4).Akmaludin bilang, eksportir akan semakin menggenjot ekspor CPO terutama ke dua negara utama yaitu India dan China. Dua negara ini memang menjadi tujuan utama ekspor CPO Indonesia. Populasi dua negara itu yang sangat besar membuat permintaan CPO dari sana sangat besar. "Ekspor ke dua negara itu akan terus kami garap, sembari mencari peluang di negara lain," jelas Akmaludin.Sebelumnya, Fadhil Hasan, Direktur Eksekutif Gapki, mengatakan bahwa ekspor CPO biasanya memang akan meningkat pada periode April-Mei. Pada periode ini, negara-negara tujuan ekspor seperti India dan China sedang giat-giatnya memacu pertumbuhan industrinya terutama industri makanan. Keuntungan TurunSayangnya, kenaikan harga CPO di minggu kedua April 2011 ini kemungkinan tidak akan berpengaruh terhadap keuntungan eksportir. Ini disebabkan oleh penguatan nilai rupiah terhadap dollar AS yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir. Saat ini, kurs rupiah terhadap dollar AS berada di kisaran Rp 8.600 per dollar AS. "Meski dalam dollar nilai ekspor kita bakal naik, keuntungan dalam rupiah kemungkinan akan turun," jelas Akmaludin.Meski begitu, para eksportir tidak akan mengurangi volume ekspornya. Akmaludin bilang, ekspor merupakan tulang punggung pendapatan pengusaha CPO domestik. Ini disebabkan penyerapan CPO dari industri dalam negeri hanya sedikit. Dari jumlah produksi CPO yang sebanyak 22 juta ton per tahun, penyerapan dalam negeri hanya sekitar 6 juta ton. Akibatnya, produksi tersebut harus diekspor agar dapat terserap oleh pasar. "Kalau pendapatan turun akibat rupiah menguat itu risiko kami sebagai eksportir. Kami akan tetap ekspor," tandas Akmaludin.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Harga CPO kembali naik, keuntungan eksportir justru berpotensi turun
JAKARTA. Harga Crude Palm Oil (CPO) kembali naik, setelah sempat melandai di bulan Maret 2011. Berdasarkan data Bloomberg, harga CPO di bursa Chicago Mercantile Exchange (CME) untuk pengiriman Juni 2011 per 11 April 2011 berada di level US$ 1.140 per metrik ton (MT). Harga ini lebih tinggi 5,65% dibanding harga minggu kedua Maret 2011 yang masih di angka US$ 1.079 per MT.Kembali naiknya harga CPO di bursa global diakibatkan oleh tingginya harga minyak dunia. Harga minyak dunia saat ini sudah melebihi US$ 111 per barel sebagai ekses dari konflik politik di Libia dan negara-negara Timur Tengah dalam beberapa waktu terakhir.Tingginya harga minyak dunia membuat permintaan CPO meningkat drastis untuk digunakan sebagai bahan baku bioethanol dan biofuel. Dua energi ini memang menjadi alternatif di tengah membubungnya harga minyak dunia. "Tingginya harga minyak dunia, membuat CPO akan terdorong," ujar Ryan Long, trader OSK Investment Bank, Bhd. seperti dikutip Bloomberg, akhir pekan lalu.Akmaludin Hasibuan, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), mengaku gembira dengan kembali naiknya harga CPO. Pada Maret 2011, harga CPO sempat terkoreksi ke level US$ 1.076 per MT akibat kelebihan pasokan dari Malaysia. Dengan kembali naiknya harga CPO, maka nilai ekspor CPO sangat mungkin akan terkatrol. "Kalau harga naik, nilai ekspor kita jelas bakal meningkat," ujar Akmaludin kepada KONTAN, Senin (11/4).Akmaludin bilang, eksportir akan semakin menggenjot ekspor CPO terutama ke dua negara utama yaitu India dan China. Dua negara ini memang menjadi tujuan utama ekspor CPO Indonesia. Populasi dua negara itu yang sangat besar membuat permintaan CPO dari sana sangat besar. "Ekspor ke dua negara itu akan terus kami garap, sembari mencari peluang di negara lain," jelas Akmaludin.Sebelumnya, Fadhil Hasan, Direktur Eksekutif Gapki, mengatakan bahwa ekspor CPO biasanya memang akan meningkat pada periode April-Mei. Pada periode ini, negara-negara tujuan ekspor seperti India dan China sedang giat-giatnya memacu pertumbuhan industrinya terutama industri makanan. Keuntungan TurunSayangnya, kenaikan harga CPO di minggu kedua April 2011 ini kemungkinan tidak akan berpengaruh terhadap keuntungan eksportir. Ini disebabkan oleh penguatan nilai rupiah terhadap dollar AS yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir. Saat ini, kurs rupiah terhadap dollar AS berada di kisaran Rp 8.600 per dollar AS. "Meski dalam dollar nilai ekspor kita bakal naik, keuntungan dalam rupiah kemungkinan akan turun," jelas Akmaludin.Meski begitu, para eksportir tidak akan mengurangi volume ekspornya. Akmaludin bilang, ekspor merupakan tulang punggung pendapatan pengusaha CPO domestik. Ini disebabkan penyerapan CPO dari industri dalam negeri hanya sedikit. Dari jumlah produksi CPO yang sebanyak 22 juta ton per tahun, penyerapan dalam negeri hanya sekitar 6 juta ton. Akibatnya, produksi tersebut harus diekspor agar dapat terserap oleh pasar. "Kalau pendapatan turun akibat rupiah menguat itu risiko kami sebagai eksportir. Kami akan tetap ekspor," tandas Akmaludin.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News