KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak sawit mentah atau
crude palm oil (CPO) masih bergerak di kisaran tertinggi. Kemarin, harga CPO kontrak Mei 2022 di Bursa Malaysia mencapai RM 7.074 per ton. Hari ini, harga CPO turun 1,60% ke Rp 6.961 per ton. Founder Traderindo.com Wahyu Tribowo Laksono mengatakan, harga CPO naik karena permintaan naik dan suplai yang bermasalah. Faktor utama yang menunjang kenaikan harga CPO adalah ketegangan geopolitik antara Rusia dan Ukraina secara material mengganggu pasokan minyak. "Skenario bisa memicu kontraksi tajam 2,3 juta barel per hari dalam produksi minyak yang mendorong harga minyak dengan cepat menjadi US$ 150 per barel, kenaikan 100% dari harga rata-rata di kuartal keempat 2021," ujar Wahyu.
Baca Juga: Simak Rekomendasi Saham Emiten Sawit di Tengah Sentiment Kenaikan DMO CPO Wahyu mengatakan ini akan menjadi kejutan suplai negatif serta berdampak pada output pengurangan produk domestik bruto (PDB) global. Potensi kejutan ini juga akan meredam pertumbuhan tahunan dengan asumsi penyesuaian terjadi selama dua kuartal. Sementara, Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuabi mengatakan prospek CPO dalam negeri cukup bagus karena Indonesia telah membuat aturan baru regulasi yaitu DMO 30%. "Sebelumnya ada yang namanya DMO jika saat minyak CPO naik secara internasional, para pengusaha kelapa sawit mereka akan fokus melakukan ekspor, mereka tidak fokus ke dalam negeri, nah ini yang membuat harga minyak goreng naik sama seperti harga batubara yang naik akibat DMO ditinggalkan," ujar Ibrahim.
Baca Juga: Harga Komoditas Logam Kinclong, Simak Rekomendasi Sahamnya Wahyu menambahkan, masalah lain juga datang dari pasokan minyak sawit di Malaysia turun 11,3% dari bulan sebelumnya menjadi 1,45 juta ton pada Desember. Ini adalah penurunan terbesar dalam 11 bulan terakhir. "Malaysia merupakan produsen minyak sawit mentah terbesar kedua dunia, pasokan minyak di Malaysia kemungkinan akan tetap ketat pada kuartal pertama tahun 2022 karena negara ini masih menghadapi kekurangan tenaga kerja," kata Wahyu. Sedangkan, Ibrahim mengatakan, sebenarnya tidak ada hubungan sama sekali antara CPO dengan perang di Ukraina. Tapi karena turunan harga minyak mentah yang terus naik sehingga berdampak terhadap turunan CPO. Jika Ukraina berunding dengan Rusia dan kemudian bergabung kembali dengan Rusia, ini akan terjadi pelemahan yang cukup luar biasa.
Baca Juga: DMO CPO Naik Jadi 30%, Harga CPO Bisa Makin Terkerek "Nah ini kemungkinan besar akan mengakibatkan pelemahan terhadap semua harga komuditas yang naik. Jadi perkiraan target saya itu untuk CPO tertinggi itu RM 7.500," ujar Ibrahim. Dia memperkirakan harga CPO kemungkinan akan kembali ke harga normal setelah perang usai. Ibrahim memproyeksikan harga minyak CPO di akhir tahun akan kembali lagi di kisaran RM 4.500 dan RM 7.500 di semester pertama. Wahyu menambahkan, kebijakan kenaikan DMO CPO dari 20% menjadi 30% juga menimbulkan gangguan ekspor. Wahyu mengatakan tren masih potensial memicu
bullish pada tahun ini. Level RM 8.000 menjadi wajar diuji. Wahyu memproyeksikan setelah mencapai
all time high rentang harga CPO berada di RM 4.000-RM 5.000 tahun ini. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati