Harga CPO melorot, begini prospek saham emiten perkebunan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak kelapa sawit (CPO) berjangka pada Selasa (5/6) ditutup di level terendah dalam sembilan bulan terakhir. Harga kontrak acuan CPO untuk pengiriman Juli di Bursa Malaysia Derivatives Exchange ditutup di level RM 1.977 per ton atau turun 0,3%.

Sejalan dengan kondisi tersebut, Bank Indonesia (BI) memprediksi harga komoditas ekspor Indonesia tahun ini akan terkontraksi 14,2%. Seperti yang diketahui, CPO merupakan salah satu komoditas ekspor utama Indonesia.

Baca Juga: Harga CPO sentuh level terendah 9 bulan, ini penyebab utamanya


Hal ini terlihat dari data Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa sepanjang 2019 ekspor lemak dan minyak hewan/nabati berada di urutan ke dua dengan porsi 11,37% dari total ekspor atau sebesar US$ 17,61 miliar.

Analis Senior CSA Research Reza Priyambada menjelaskan pelemahan harga CPO disebabkan oleh penurunan harga minyak mentah dunia dan penurunan tingkat konsumsi publik.

“Apalagi dengan kondisi seperti saat ini di mana daya beli masyarakat menurun, maka diasumsikan barang-barang olahan CPO akan berkurang permintaannya. Sementara produksi masih dianggap berlebih,” jelas Reza kepada Kontan.co.id, Rabu (6/5).

Dus penurunan harga tersebut akan berimbas negatif pada emiten yang bergerak di sektor agrikultur terutama sawit. Di mana nilai keuntungan akan ikut menyusut sejalan dengan penurunan harga. 

Akibatnya emiten bakal menghadapi risiko pengetatan likuiditas karena turunnya pendapatan namun di sisi lain masih ada beban produksi yang harus dipikirkan. Sehingga risiko selanjutnya adalah melakukan efisiensi termasuk pengurangan produksi.

Baca Juga: Wabah Corona Bikin Permintaan CPO Turun, Mahkota Group Memangkas Target Kinerja

Reza memprediksi apabila kondisi ekonomi hingga akhir tahun belum pulih maka risiko yang dihadapi juga semakin besar. Maka dia menyarankan investor untuk menghindari saham-saham perusahaan sawit di tahun ini.

“Di luar emiten CPO, yang mungkin masih bisa bertahan dari sektor farmasi dan telekomunikasi,” jelas dia. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi