Harga CPO merosot, volume ekspor anjlok



JAKARTA. Sudah jatuh, tertimpa tangga. Mungkin itu ungkapan yang tepat untuk menggambarkan bisnis perkebunan kelapa sawit saat ini. Saat harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) rendah, ekspor CPO juga terus melemah. Pengusaha perkebunan juga menghadapi berbagai aturan pembatasan perkebunan, termasuk moratorium izin hutan primer dan lahan gambut.

Fadhil Hasan, Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) bilang, harga CPO di pasar dunia memang semakin lesu. Dari April hingga pertengahan Mei 2013 ini, harga CPO di kisaran US$ 825 - 857,5 per metrik ton (MT), turun dari Maret  US$ 835 - 870 per MT.

"Pasar ekspor CPO dan turunannya hingga April 2013 masih mengalami kelesuan berkepanjangan," katanya dalam rilis yang diterima KONTAN, (27/5).

Lesu berkepanjangan ini ditunjukkan dari volume ekspor yang terus menurun sejak Januari 2013 hingga April 2013.  Menurut Fadil, penurunan volume ekspor CPO dan turunannya dipengaruhi beberapa faktor, seperti penurunan produksi dan permintaan pasar dunia yang lemah.

Walau menurun, namun jika dihitung total volume ekspor year on year, kinerja ekspor CPO dan turunannya periode Januari-April 2013 menunjukkan kenaikan 17%. Jika pada empat bulan pertama 2012 ekspor sebanyak 5,93 juta ton, naik 1,24 juta ton menjadi  7,17 juta ton pada 2013.

Lemahnya permintaan ekspor CPO merupakan dampak dari krisis ekonomi Eropa dan belum pulihnya ekonomi Amerika Serikat (AS). Dua kondisi itu juga membuat perekonomian China dan Pakistan tidak bergairah. Selain itu pengetatan regulasi impor minyak nabati di China dan isu lingkungan Uni Eropa juga menjadi penghambat.

Gapki mencatat, India masih mendominasi ekspor CPO dan turunannya pada empat bulan pertama tahun ini. Naiknya volume ekspor ke India pada Maret-April 2013 dipengaruhi perkiraan kenaikan harga CPO pada Mei 2013. Masih tingginya konsumsi dan   keterlambatan jadwal penanaman kedelai dan jagung menimbulkan spekulasi kelangkaan kedelai dan jagung sehingga minyak sawit sebagai substitusi terangkat.

Namun aksi beli India tidak diikuti negara lainnya, seperti  China dan Uni Eropa yang terus menurun. Penurunan volume ekspor juga terjadi di negara AS, Pakistan dan Bangladesh. "Pasar CPO diharapkan lebih bergairah pada Juni dan Juli karena permintaan di beberapa negara naik menjelang Ramadhan," katanya.

Penurunan stok CPO Indonesia dan Malaysia juga menjadi pendongkrak harga CPO di pasar dunia. GAPKI memperkirakan harga CPO pada akhir Mei dan Juni masih akan bergerak di kisaran USS 830-870 per MT.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Uji Agung Santosa