JAKARTA. Harga minyak sawit mentah atau
crude palm oil (CPO) masih berpeluang mekar pada pekan ini. Wacana Pemerintah Indonesia menurunkan acuan batas bawah pengenaan bea keluar diperkirakan bisa menyurutkan pasokan dari negeri ini. Mengutip
Bloomberg, Jumat (27/2), harga CPO pengiriman Mei 2015 di Bursa Derivative Malaysia ditutup melesat 1,27% menjadi RM 2.305 atau setara US$ 637,13 per metrik ton. Ini harga tertinggi sejak 17 Februari lalu. Analis PT Fortis Asia Futures Deddy Yusuf Siregar mengatakan, CPO diuntungkan karena nilai tukar ringgit Malaysia (MYR) melemah terhadap terhadap dollar Amerika Serikat (USD). Akhir pekan lalu, pairing USD/MYR naik 0,56% menjadi 3,6042.
Pelemahan ringgit menyebabkan harga beli minyak sawit lebih murah, sehingga pelaku pasar memanfaatkan momen ini. Selain itu, harga minyak sawit juga terangkat karena sentimen dari Indonesia. Sentimen itu adalah, Pemerintah Indonesia dikabarkan akan menurunkan ambang batas pengenaan bea ekspor. Seperti diketahui, selama ini, pemerintah baru mengutip pajak ekspor apabila harga CPO berada di atas US$ 750 per ton. Nah, lantaran harga minyak sawit terus turun, pemerintah berniat menurunkan ambang batas tersebut. "Jika kebijakan itu diterapkan, minat ekspor CPO dari Indonesia akan berkurang, sehingga pasokan global ikut turun," kata Deddy, Jumat (27/2). Suplai yang seret membuka peluang kenaikan harga di pasar global. Sebelumnya, Pemerintah Indonesia juga telah mengeluarkan kebijakan yang berefek positif pada harga minyak sawit. Produsen minyak sawit terbesar di dunia ini menaikkan besaran subsidi biofuel mulai Maret 2015. Kebijakan tersebut tentu akan memacu aktivitas produksi biofuel yang bahan bakunya menggunakan minyak sawit. Analis MNC Securities Dian Agustina menambahkan, sinyal perbaikan ekonomi di China juga menyokong harga CPO. Perbaikan itu tercermin dari data ekonomi berupa indeks HSBC Flash Manufaktur China (PMI) bulan Februari 2015 yang naik ke level 50,1, dari bulan sebelumnya hanya 49,5. Data ini melebihi perkiraan pelaku pasar. Membaiknya data manufaktur China menghadirkan optimisme permintaan CPO dunia mulai stabil. Maklum, Negeri Panda ini pengguna minyak sawit terbesar di dunia. "Kalau tidak ada sentimen negatif menghadang, harga CPO masih bisa menguat di awal pekan ini," prediksi Dian. Produksi tetap tinggi Di sisi lain, Deddy menduga, produksi CPO dunia masih akan meningkat pada tahun ini. Sekalipun, pada akhir tahun lalu, dua negara produsen CPO terbesar di dunia, yaitu Indonesia dan Malaysia sempat dilanda cuaca buruk berupa badai El-Nino. Total produksi minyak sawit kedua negara ini diperkirakan mencapai 51,1 juta ton. Jumlah ini meningkat dibandingkan tahun lalu, yakni sekitar 49,2 juta ton. Senada dengan Dian, Deddy tetap memprediksi, harga minyak sawit bakal menguat pada pekan ini.
Perkiraan itu didukung dengan indikator teknikal. Secara teknikal, sinyal penguatan masih terbuka. Ini tercermin dari dari harga CPO yang berada di atas
moving average (MA) 50, 100 dan 200. Lalu,
moving average convergence-divergence (MACD) juga di area positif 8. Indikator lain berupa
relative strength index (RSI) juga bergerak naik di posisi 56. Hanya, sinyal penguatan sedikit tertahan lantaran stochastic bergerak
sideways di area 46. Prediksi Deddy, awal pekan ini, harga minyak sawit bakal bergerak naik di rentang RM 2.200-RM 2.350 per metrik ton. Sementara, Dian menebak, sepekan ini, harga CPO bergerak naik antara RM 2.300-RM 2.330 per metrik ton. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Uji Agung Santosa