KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga
Crude Palm Oil (CPO) di pasar derivatif Malaysia (MDEX) sempat tertekan dalam pekan lalu. Mengutip data dari
Bloomberg, harga CPO pada Kamis (14/1) tertekan 4,26% secara
year to date (ytd). Kontan.co.id mencatat, tekanan ini menjadi yang terdalam sejak Mei 2020. Adapun pada Rabu (15/1) tekanannya membaik menjadi 3,35% ytd. Analis RHB Sekuritas Christopher Andre Benas mengungkapkan, penurunan harga yang dialami merupakan koreksi yang wajar. Mengingat, harga sudah naik cukup tinggi sebelumnya.
Sementara dari sisi permintaan, ia mengungkapkan adanya peluncuran vaksin akan mengerek semakin banyak permintaan dari sektor makanan dan biodiesel. "Terlalu cepat untuk mengatakan bawah demand akan berkurang. Harga untuk short term saya rasa masih cukup bagus karena produksi masih jelek. Jadi, saya belum lihat ada supply yang bisa bikin inventory jadi banyak," ujarnya kepada Kontan.co.id, Jumat (15/1). Adapun prospek sahan-saham CPO dinilai masih menarik. Sentimen utamanya masih berasal dari harga CPO. Jika harganya meningkat, maka ada potensi untuk
rebound. Oleh karena itu, investor disarankan untuk
buy on weakness saham-saham CPO. " Saya cukup yakin dengan adanya kebijakan stimulus dan liquidity yang berlimpah dan demand akan membaik," imbuhnya. Di sisi lain, ia mengamati inflasi nantinya akan meningkat. Jika inflasi meningkat, maka harga komoditas, termasuk CPO, akan naik. Adapun harga minyak yang membaik juga mendorong kestabilan harga CPO.
Baca Juga: Uni Eropa gencar tolak sawit Indonesia, tapi sangat butuh nikelnya " Saat ini top
pick LSIP,
Buy 1.680 yang lain belum saya
upgrade," ujarnya. Tidak jauh berbeda, Analis Mirae Asser Sekuritas Indonesia Andy Wibowo mengungkapkan bahwa penurunan harga yang dialami merupakan sentimen negatif yang sesaat. Penurunan ini dipicu oleh hasil survei ekspor CPO Malaysia periode 1 - 15 Januari 2021 yang menurun 41,96% secara month on month (mom) menjadi 417.000 ton. "Tekanan negatifnya menurut saya tidak lama. Karena sebentar lagi China menghadapi Tahun Baru Imlek. Di mana akan ada potensi meningkatnya permintaan CPO," ungkapnya kepada Kontan.co.id, Jumat (17/1). Andy dalam risetnya sempat menjelaskan, bahwa CPO masih atraktif dalam jangka pendek karena harganya masih punya potensi menguat. Ini tidak terlepas dari sisi pasokan CPO yang terpengaruh La Nina di awal 2021. Diproyeksi, produksi CPO Malaysia di tahun 2021 dan 2022 mencapai 17,5 juta ton hingga 18,4 juta ton. Proyeksi ini lebih rendah dibanding estimasi sebelumnya yang dipatok 19,6 juta ton di tahun 2021. Adapun produsen CPO terbesar, Indonesia, diperkirakan produksinya juga tertekan. Diproyeksikan, produksi CPO Indonesia di tahun 2021 menjadi 42 juta ton turun dari prediksi sebelumnya yang mencapai 43 juta ton. Adapun di tahun 2022, produksi CPO Indonesia diprediksi akan menjadi 42,5 juta ton. Sementara itu, dari sisi permintaannya, Andi memperkirakan akan ada peningkatan baik dari India mupun China. Impor India selama tahun 2021 diprediksi akan meningkat 8% yoy menjadi 6,2 juta ton. Jumlah ini akan bertumbuh 7% di tahun 2022 menjadi 6,7juta ton. Adapun permintaan dari China sepanjang tahun 2021 diprediksi akan meningkat 7% menjadi 6,9 juta ton. Jumlah ini diproyeksikan akan terus meningkat di tahun 2022, menjadi 7,2 juta ton atau naik 5% YoY. Sementara itu, sentimen lain datang dari Indonesia. Pertama, Indoensia akan pungutan progresif untuk ekspor guna mendukung program biodieselnya. Selain itu, Indonesia berpotensi akan menghentikan rencana menggunakan B40 di tahun 2021. Mengingat, pemerintah perlu menyediakan stimulus yang besar untuk program biodiesel karena harga CPO global cenderung meningkat.
Baca Juga: Neraca dagang bulan Desember diprediksi surplus US$ 2,58 miliar, ini penyebabnya " Terakhir, pemerintah Indonesia menetapkan target volume biodiesel untuk dicampur dengan bahan bakar minyak pada tahun 2021 sebesar 9,2 miliar liter, turun dari target tahun ini sebesar 9,6 miliar liter," ujarnya dalam riset. Mempertimbangkan sentimen-sentimen di atas, Andi mempertahankan saran overweight untuk sektor CPO dengan saran buy untuk saham-saham yang menjadi pilihan, seperti AALI dan LSIP. Ia juga merevisi asumsi harga CPO global di tahun 2021 menjadi MYR 3.000 per ton dan MYR 3.200 per ton untuk tahun 2022. Ini meningkat 15,4% dan 20,8% dibanding proyeksi sebelumnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto