Harga CPO Turun, Aset IndoAgri Tergerus



JAKARTA. Gara-gara harga minyak sawit atau crude palm oil (CPO) meredup, nilai aset Indofood Agri Resources (IndoAgri) menysusut. Akibatnya, anak usaha PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) yang melantai di Singapore Stock Exchange (SGX) itu harus mencatatkan kerugian akibat penyusutan nilai aset sebesar S$ 85,6 juta pada 2008. Angka ini setara dengan Rp 663 miliar (kurs Rp 7.743 per S$).

Kerugian tersebut timbul akibat penurunan nilai wajar aset perkebunan IndoAgri selama periode 2008. Tapi, Direktur Eksekutif IndoAgri Mark Wakeford memastikan, kendati mencatkan kerugian, kas IndoAgri tak terpengaruh. Sebab, kerugian tersebut kerugian yang bersifat non tunai dan bukan berasal dari rugi operasional usaha. "IndoAgri kemungkinan tetap akan membukukan laba 2008," ujarnya kepada otoritas bursa Singapura, kemarin (17/2).

Menurut Wakeford, IndoAgri harus mencatatkan kerugian itu untuk mengikuti standar akuntansi di Singapura atau Singapore Financial Reporting Standards (SFRS).


Berdasarkan ketentuan SFRS, aset perkebunan harus tercatat berdasarkan nilai wajar. Untuk menentukan nilai wajar aset perkebunan tersebut, setiap perusahaan wajib menilai asetnya secara berkala. Nah, laba atau rugi yang timbul dari perubahan nilai wajar tersebut akan tercatat dalam laporan keuangan di periode pelaporan perubahan nilai aset tersebut.

IndoAgri sendiri setiap enam bulan sekali melakukan penilaian aset perkebunan. Perusahaan ini memakai jasa penilai independen. Kata Wakeford, penurunan nilai aset perkebunan itu terjadi antara lain akibat perubahan asumsi harga jual CPO.

Indofood tak terpengaruh

Tak heran, Manajemen Indofood merasa tenang-tenang saja kendati salah satu anak harus mencatatkan kerugian. Menurut Sekretaris Perusahaan Indofood Werianty Setiawan, kerugian itu tidak akan berdampak pada laporan konsolidasi Indofood karena tak berpengaruh ke arus kas. Lagi pula, "Prinsip dan praktek akuntansi yang berlaku umum di Singapura berbeda dengan Indonesia," ujarnya, kemarin.

Kata Werianty, kalau di Singapura, aset perkebunan wajib tercatat berdasarkan nilai wajar. Lain ceritanya dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang berlaku umum di Indonesia.

Di Indonesia, aset perkebunan akan tercatat berdasarkan biaya perolehan sampai dengan tanaman perkebunan itu menghasilkan secara komersial. Selanjutnya akan ada amortisasi yang berlangsung selama tanaman berada di masa produktif.

Dengan begitu, Indofood akan menyusun laporan keuangan konsolidasi berdasarkan standar PSAK. "Sehingga tidak akan terdapat laba atau rugi yang timbul dari perubahan nilai wajar aset perkebunan IndoAgri," jelas Werianty.

Analis PT BNI Securities Akhmad Nurcahyadi mengamini. Kerugian non tunai yang menimpa IndoAgri memang tidak mengakibatkan adanya arus kas yang masuk maupun keluar. "Hal ini semacam depresiasi yang tidak berhubungan dengan arus kas," tuturnya. Kata Akhmad, kerugian itu hanya akibat masalah teknis, yakni perbedaan metode pencatatan akuntansi antara Singapura dan Indonesia.

Pada penutupan perdagangan saham kemarin, harga saham Indofood turun 2,08% dibanding sehari sebelumnya menjadi Rp 940 per saham. Akhmad tetap merekomendasikan beli untuk saham INDF dengan target harga Rp 1.250 per saham untuk masa 12 bulan ke depan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie