JAKARTA. Bulan Ramadan kali ini tampaknya kurang bersahabat. Selain inflasi yang tinggi, harga komoditas pangan, satu demi satu merangkak naik, tak terkecuali ayam potong dan telur. Bahkan berdasarkan pantauan Kementrian Perdagangan, dalam beberapa pekan terakhir ini, harga ayam potong terbang tinggi. Pada awal Juli ini, harga ayam potong Rp 30.384 per kilogram (kg). Padahal pada bulan Juni, harga ayam potong masih berada di kisaran Rp 27.209 per kg. Artinya ada kenaikan sebesar 11,7%. Harga telur juga mengalami kenaikan yang lebih tinggi, sebesar 14,29% di kurun waktu yang sama. Harga telur rata-rata di bulan Juni Rp 17.500 per kg, tetapi di awal Juli naik menjadi Rp 20.000 per kg. Bisa jadi, ini karena ada kenaikan permintaan telur untuk pembuatan kue yang memang lazimnya naik saat Puasa.
Chandra Gunawan, Sekertaris Jenderal Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas Indonesia (GPPU) bilang, kenaikan harga daging ayam dan telur karena semakin dekatnya Ramadan. "Dalam kondisi seperti ini permintaan jadi kian naik," kata Chandra, Senin (8/7). Namun, kenaikan harga tersebut juga terjadi karena harga pakan unggas maupun bibit ayam atau day old chicken (DOC) yang naik. Sayang Chandra tidak memerinci kenaikan harga pakan dan COC ini. Kendati demikian, Chandra juga tidak menampik adanya kemungkinan spekulan yang bermain. Sebab, dari produsen hingga konsumen melewati mata rantai yang pajang. Ia mengatakan, tren peningkatan harga daging ayam biasa terjadi pada satu hingga dua hari sebelum Ramadhan hingga minggu ke dua Ramadan. Setelah itu permintaan akan turun. Namun dua minggu mendekati lebaran harga akan kembali terkerek lagi. Sementara Bayu Krisnamurthi Wakil Menteri Perdagangan mengatakan, faktor lain penyebab kenaikan harga daging ayam adalah karena harga daging sapi masih tinggi pada saat ini. "Harga daging sapi masih cukup mahal, sehingga konsumen beralih ke daging ayam," kata Bayu. Walaupun konsumen mengeluhkan kenaikan ini, Don P. Utoyo Ketua Forum Masyarakat Perunggasan Indonesia (FMPI) menilai harga daging ayam dan telur tersebut masih terjangkau. Don juga beralasan, kenaikan ini karena pada bulan-bulan sebelumnya para peternak merugi karena biaya produksi ternak ayam naik. Sebelumnya, kata Don, para peternak harus menjual daging ayam setengah dari biaya produksi dalam sepuluh bulan terakhir ini. "Peternak harus bayar hutang atas kerugian yang lalu," katanya. Hal senada dikemukakan Anton J Supit, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Perunggasan Indonesia (GAPPI). Ia bilang, kenaikan harga daging ayam tersebut wajar. Sebab, meski harga daging ayam tinggi, peternak mendapatkan margin yang tipis. Saat ini keuntungan yang didapatkan oleh peternak sekitar 18% hingga 22%. "
Break even point (BEP) pertenak ayam saat ini ada di harga Rp 23.800 hingga Rp 25.000," katanya.
Pasokan surplus Meski permintaan daging ayam cukup tinggi, kondisi di pasar pasokan ayam mengalami surplus. Berdasarkan data Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementrian Pertanian, pada Juni sampai Agustus 2013, jumlah pasokan daging ayam mencapai 387.900 ton. Padahal, kebutuhannya, diproyeksikan hanya sebesar 279.000 ton, sehingga ada kelebihan sebesar 109.000 ton. Makanya, Menteri Pertanian Suswono menghimbau para pedagang ayam dan telur agar tidak menaikkan harga di luar kewajaran pada masa-masa permintaan naik di bulan Puasa dan menjelang lebaran ini. Dan Suswono mengatakan, Pemerintah akan mengendalikan harga tersebut pada angka yang relatif tidak memberatkan untuk semuanya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Fitri Arifenie