KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga emas menantikan rilis data inflasi Amerika Serikat (AS) di pekan ini. Emas masih bergerak volatil karena investor menunggu arah suku bunga The Fed selanjutnya. Presiden Komisioner HFX International Berjangka Sutopo Widodo mengatakan, sebagian besar investor saat ini ingin melihat akhir dari siklus pengetatan kebijakan moneter global, dan awal dari akhir tersebut sebagian besar dimulai oleh Federal Reserve (The Fed). Namun The Fed nampaknya masih akan mempertahankan suku bunga tinggi dalam jangka panjang. Tingkat imbal hasil (
yield) jangka panjang obligasi AS masih tinggi karena bank sentral AS diperkirakan mempertahankan suku bunga tinggi dalam jangka panjang.
Tetapi Imbal hasil 10 tahun AS sedikit tertahan di bawah level 4,50% menyusul data ketenagakerjaan AS yang lemah dikombinasikan dengan rencana pinjaman Treasury yang lebih rendah dari perkiraan.
Baca Juga: Harga Emas Volatil Jelang Rilis Data Inflasi AS, Begini Prospeknya ke Depan Sutopo berujar, data inflasi AS sangat penting bagi dinamika arus masuk ataupun keluar pada pasar surat utang Amerika Serikat. Angka inflasi yang cukup lemah akan membuat para pedagang obligasi tetap berminat untuk melakukan pembelian lebih lanjut, sementara data yang mengecewakan dapat membuat pembeli tetap menunggu dan memperbesar potensi aksi jual di pasar surat utang. Kabar baiknya, inflasi tahunan AS diperkirakan turun menjadi 3,3% di bulan Oktober, dari 3,7% di bulan sebelumnya. Inflasi inti terlihat stabil di sekitar level 4,1%. Namun bakal menjadi kabar buruk jika ekspektasi tersebut lemah dan sulit dikalahkan. “Imbal hasil yang tinggi dan suku bunga tinggi yang berlangsung lama, buruk bagi pertumbuhan harga emas,” kata Sutopo kepada Kontan.co.id, Selasa (14/11). Sutopo mengatakan, perkiraan inflasi AS yang lebih tinggi dari perkiraan berdasarkan survei University of Michigan dan penurunan peringkat kredit AAA oleh Moody’s dari stabil menjadi negatif memang telah memicu perbedaan perspektif, namun bukan merupakan faktor penentu. Keputusan suku bunga akibat kenaikan inflasi lebih berdampak signifikan karena bisa menguatkan posisi USD dan melemahkan harga emas yang tidak memiliki imbal hasil. Sementara itu, koreksi harga emas belakangan ini dipicu penurunan tensi geopolitik di Timur Tengah.
Founder Traderindo.com Wahyu Triwibowo Laksono mencermati adanya situasi yang mereda terutama konflik antara Israel dan Palestina telah menggoyahkan posisi emas. Minyak mentah dunia dan emas yang semestinya menguat, justru belakangan ini anjlok.
Baca Juga: Harga Emas Bergerak Tipis, Investor Bersiap Menghadapi Laporan Inflasi AS “Ini kembali lagi pada faktor fundamental karena kebijakan The Fed yang masih ketat dan menahan suku bunga tinggi untuk waktu yang lama,” jelas Wahyu saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (14/11). Kendati demikian, Wahyu menuturkan, secara tradisional emas tidak akan kehilangan pamor. Bank Sentral, investor institusi/ritel, ataupun masyarakat umum masih menganggap emas sebagai aset penting untuk jangka panjang sebagai
safe haven, inflation hedge dan aset investasi. “Jadi
buy on weakness berlaku buat emas,” imbuhnya.
Editor: Tendi Mahadi