Harga Emas Berpotensi Volatile di Tengah Ketidakpastian Politik dan Pertemuan The Fed



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga emas berpotensi volatile dalam jangka pendek. Kombinasi dari ketidakpastian politik dan perang Timur Tengah, serta kekhawatiran suku bunga acuan dapat memicu naik turunnya harga logam mulia.

Analis Dupoin Indonesia Andy Nugraha menjelaskan, faktor ketidakpastian semakin menambah sentimen bullish terhadap emas. Sebab, logam mulia ini telah dikenal berfungsi sebagai penyimpan nilai tradisional dan aset pelindung di masa-masa ketidakpastian (safe haven).

Di sisi lain, pergerakan harga emas masih dibayangi oleh permintaan terhadap Greenback (USD) dan meningkatnya imbal hasil obligasi AS. Sehingga, berpotensi dapat menekan harga emas dalam jangka pendek.


Baca Juga: Pilpres AS Berlangsung Hari Ini, Harga Emas Tunjukkan Tren Bullish

Mengutip Bloomberg, Selasa (5/11) 13.00 WIB, harga emas (XAUUSD) terkoreksi tipis 0,08% ke level US$ 2.734 per ons troi. Untuk emas Antam, harganya stabil berada di Rp 1,53 juta per gram, dengan harga buyback pada angka Rp 1,39 juta per gram.

Dari perspektif teknikal, Andy mengamati bahwa indikator Moving Average menunjukkan sinyal tren bearish pada XAU/USD. Tren ini terlihat semakin terbentuk, menandakan adanya tekanan jual.

"Berdasarkan proyeksi hari ini, XAU/USD memiliki potensi turun hingga level US$ 2.719 per ons troi. Meski begitu, jika harga gagal mencapai titik support tersebut dan terjadi rebound, ada kemungkinan harga emas akan kembali naik dengan target terdekat di level US$ 2.760 per ons troi," ungkap Andy dalam riset Selasa (5/11).

Selain analisis teknikal, faktor pemilihan presiden AS menambah ketidakpastian yang mempengaruhi keputusan investor. Berdasarkan data dari PredictIt, platform prediksi peluang, kandidat wakil presiden Harris kini mengungguli kandidat Trump, dengan peluang 51% dibandingkan 49%. Ini merupakan pertama kalinya Harris unggul sejak 9 Oktober.

Baca Juga: Harga Emas Antam Hari Ini Tetap di Rp 1.539.000 Per Gram, Selasa (5/11)

"Peluang kemenangan Harris dapat memicu perubahan dalam pasar, terutama terhadap aset-aset safe haven seperti emas yang biasanya diminati saat ketidakpastian politik meningkat," jelas Andy.

Di sisi lain, Andy melanjutkan, investor juga mewaspadai potensi kenaikan suku bunga bank sentral AS. Kondisi ini berdampak pada pasar Treasury, di mana imbal hasil obligasi cenderung mengalami fluktuasi.

Imbal hasil obligasi acuan AS 10 tahun mengalami penurunan sebesar 6,8 basis poin, sementara imbal hasil obligasi 2 tahun turun untuk pertama kalinya dalam enam hari terakhir. Penurunan imbal hasil ini juga dapat mendorong harga emas ke atas, karena emas menjadi lebih menarik di saat imbal hasil obligasi rendah.

Andy menambahkan, data ekonomi AS juga menjadi perhatian utama investor. Data Non-Farm Payrolls (NFP) AS naik 12.000 pekerjaan pada bulan Oktober, yang merupakan peningkatan terkecil sejak Desember 2020. Angka ini berada jauh di bawah ekspektasi pasar sebesar 113.000, dan lebih rendah dari revisi bulan sebelumnya sebesar 223.000.

Data ketenagakerjaan yang melemah ini memperkuat spekulasi bahwa The Fed akan menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin pada pertemuan kebijakan moneter bulan November.

Baca Juga: Safe Haven, Portofolio Andalan Saat Ketidakpastian Politik dan Ekonomi

"Kebijakan moneter yang lebih longgar dari bank sentral juga diperkirakan dapat mendukung harga emas, karena tingkat suku bunga yang lebih rendah cenderung melemahkan dolar AS dan mendukung permintaan emas," imbuh Andy.

Secara keseluruhan, Andy menuturkan bahwa harga emas saat ini cenderung dipengaruhi oleh kombinasi antara ketidakpastian politik AS, ketegangan geopolitik, serta data ekonomi yang lemah dari Amerika Serikat.

Meskipun ada potensi kenaikan harga emas sebagai safe haven, meningkatnya imbal hasil obligasi dan permintaan dolar AS dapat menjadi hambatan bagi harga emas untuk melanjutkan kenaikannya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi