KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga logam mulia masih berada dalam tren kenaikan. Berdasarkan data tradingeconomics.com, harga emas naik 2,23% dalam sepekan dan 1,66% dalam sebulan ke level US$ 1.980,01 per ons troi per Jumat (17/11). Sementara harga perak meningkat 6,76% dalam sepekan dan naik 3,71% dalam sebulan ke US$ 23,72 per ons troi. Presiden Komisioner HFX International Berjangka Sutopo Widodo mengatakan, kenaikan harga emas belakangan ini didukung oleh menurunnya inflasi dan tanda-tanda melambatnya momentum ekonomi di Amerika Serikat (AS). Indeks Harga Konsumen (CPI) AS melandai menjadi 3,2% year on year (YoY) pada Oktober 2023, dari 3,7% di September 2023 dan prediksi konsensus 3,3%.
Sementara itu, penjualan ritel AS turun untuk pertama kalinya dalam tujuh bulan. Jumlah orang AS yang mengajukan klaim tunjangan pengangguran baru juga meningkat ke level tertinggi dalam tiga bulan pada minggu lalu. Baca Juga: Harga Emas Naik Lebih dari 2% Sepekan, Disokong Harapan Akhir Siklus Kenaikan Bunga Para pedagang kini fokus pada kapan bank sentral AS The Fed dapat mulai menurunkan suku bunganya. Namun, The Fed diperkirakan akan mempertahankan suku bunganya pada pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) bulan Desember 2023. Emas juga mendapat dorongan tambahan minggu ini setelah Moody's menurunkan prospek peringkat kredit AS dari stabil menjadi negatif. Penurunan peringkat ini disebabkan oleh meningkatnya defisit fiskal dan kebuntuan politik di Washington. Kemudian, harga perak di pasar spot menguat ke sekitar US$ 24 per ons troi, level tertinggi dalam dua bulan karena pasar mencerna data ekonomi baru dari AS dan China. Harga ekspor dan impor di AS turun lebih besar dari perkiraan pada bulan Oktober ke posisi terendah dalam lima dan tujuh bulan. Selain itu, pertumbuhan klaim pengangguran mingguan melampaui perkiraan. "Hal ini mengindikasikan melemahnya pasar tenaga kerja dan mendukung usulan The Fed yang lebih dovish," kata Sutopo saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (19/11). Lebih lanjut, prospek yang lebih lemah dari bank sentral juga meningkatkan daya tarik perak. Sebagai instrumen non-yielding, perak akan naik di lingkungan suku bunga rendah. Di samping itu, China sebagai konsumen logam terbesar global mencatatkan kenaikan penjualan retail dan produksi industri sehingga mendorong peningkatan permintaan perak. Komoditas ini juga tetap didukung oleh penurunan peringkat utang AS oleh Moody's dari stabil menjadi negatif. Baca Juga: Harga Emas Mencatat Kenaikan Terbesar Dalam Empat Pekan Terakhir Sutopo menilai, harga emas dan perak saat ini sudah relatif tinggi sehingga tidak cocok menjadi momen untuk membeli kedua aset ini.