Harga Emas Dekati Rekor Tertinggi, Goldman Sachs Prediksi Emas Menuju US$ 4.000

Harga Emas Dekati Rekor Tertinggi, Goldman Sachs Prediksi Emas Menuju US$ 4.000


MOMSMONEY.ID - Setelah kemarin melandai, harga emas hari ini di pasar global berbalik naik mendekati rekor all time high sebelumnya.

Mengutip Bloomberg, Selasa (15/4) pukul 12.37 WIB, harga emas spot diperdagangkan di US$ 3.225,71 per troi ons, sekitar US$ 20 di bawah rekor tertinggi yang sempat disentuh kemarin, sebelum ditutup lebih rendah pada level US$ 3.210,93 per troi ons.

Harga emas menguji level tertinggi sepanjang masa, seiring rencana negara Uncle Sam untuk mengutip lebih banyak tarif, yang semakin memicu kecemasan investor. Pemerintahan Trump mulai penyelidikan terhadap impor semikonduktor dan farmasi, yang membuka jalan bagi pungutan berikutnya.


Harga emas telah naik lebih dari 20% pada tahun ini, karena perang dagang yang memburuk telah meredam prospek pertumbuhan global, mengikis kepercayaan pada aset AS yang biasanya aman termasuk obligasi dan mengguncang pasar keuangan.

Baca Juga: Belum Bosan Cetak Rekor, Harga Emas Hari Ini Tembus US$ 3.245 per troi ons

Gubernur Fed Reserves Christopher Walker mengatakan bahwa dampak perang dagang terhadap akan bersifat sementara, dengan pemotongan suku bunga sangat mungkin terjadi pada paruh kedua. Suku bunga yang lebih rendah biasanya mendukung emas, yang tidak membayar bunga.

Bank-bank terkemuka tetap optimistis terhadap prospek emas pada beberapa kuartal mendatang. Alasannya, investor menambah kepemilikan dalam dana yang diperdagangkan di bursa yang didukung emas atau ETF emas, dan bank sentral terus mengakumulasi emas.

Goldman Sachs Gourp Inc. memperkirakan harga emas akan naik ke US$ 4.000 pada pertengahan tahun 2026.

Logam mulia juga mungkin mendapat dukungan dari permintaan yang kuat di China, pasar emas terbesar di dunia, seiring dengan meningkatnya perang dagang, terjadi lonjakan perdagangan spekulasi, serta arus masuk ke ETF lokal.

Justin Lin, anali Global X ETFs, mengatakan devaluasi yuan, volatilitas makroekonomi dan meningkatnya retorika dedolarisasi adalah pendorong permintaan emas yang klasik dan kuat di China. "Secara global, reli lebih lanjut mungkin akan membutuhkan perubahan sikap dovish dari Federeal Reserves, atau tanda-tanada yang lebih jelas tentang perlambatan material dalam ekonomi AS," ujarnya, dilansir Bloomberg, hari ini.

Selanjutnya: Sarimelati Kencana (PZZA) Catat Perbaikan Kinerja di Sepanjang Tahun 2024

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini
TAG: