Harga emas di persimpangan, bearish atau bullish?



JAKARTA. Sulit menebak bagaimana arah pergerakan harga emas saat ini. Krisis utang Benua Biru yang semakin memburuk serta perlambatan ekonomi di sejumlah negara besar dunia menyebabkan emas kehilangan statusnya sebagai instrumen investasi safe haven. Di tengah ketidakpastian ekonomi dan krisis global, rupanya investor cenderung melakukan likuidasi investasi emas dan memilih menyimpan dollar AS.

Hal ini berbeda dengan kondisi tahun lalu, di mana investor ramai-ramai mengoleksi emas untuk melindungi kekayaannya dari gejolak perekonomian Eropa dan Amerika Serikat. Tak pelak, harga si kuning pada tahun lalu beberapa kali berhasil memecahkan rekor tertingginya. Tepatnya, pada 6 September 2011, harga emas bertengger di level US$ 1.920,30 per troy ounce, tertinggi sepanjang sejarah.

Sebelum membahas lebih jauh mengenai arah harga emas ke depannya, mari kita lihat pergerakan harga emas sepanjang tahun ini hingga 7 Agustus lalu.


Wakil Kepala Riset Valbury Asia Securities Nico Omer Jonckheere mengungkapkan, sepanjang tahun 2012 berjalan ini, harga emas telah naik 1,5% setelah terjadi tekanan signifikan sejak Januari saat emas mengalami lonjakan 15% pasca pernyataan the Federal Reserve yang menyatakan akan mempertahankan suku bunga nol persennya setidaknya hingga akhir tahun 2014.

“Rilis yang mengecewakan pada data nonfarm payrolls AS dan indikasi lemahnya perekonomian global meningkatkan kekhawatiran bahwa deflasi akan menekan harga emas dengan tajam. Ini mengingatkan pada situasi di tahun 2008, di mana harga emas merosot seketika hingga lebih dari 30% saat terjadinya krisis ekonomi global,” jelas Nico.

Jika dilihat pergerakannya, pada awal tahun harga emas memang sempat menanjak. Posisi harga emas per 3 Januari 2012 di Comex, New York, berada di level US$ 1.612,20 per troy ounce. Angka tersebut lebih tinggi dari posisi harga emas pada akhir tahun 2011 yang berada di level US$ 1.563,79 per troy ounce. Pada waktu itu, lonjakan harga si kuning mentereng ini disebabkan oleh peningkatan risiko geopolitik di Timur Tengah. Pemicunya, Iran terus melanjutkan program nuklir di negaranya. Kondisi ini yang kemudian meningkatkan permintaan emas sebagai aset teraman.

Tren kenaikan tersebut berlanjut hingga bulan Februari. Pada 28 Februari, harga emas menyentuh posisi US$ 1.798,90 per troy ounce, posisi tertinggi di sepanjang tahun ini. Aksi beli terhadap logam mulia ini tersulut oleh kepemilikan emas di exchange-traded product, yang melonjak menembus rekor sebesar 2.398,161 metrik ton pada 27 Februari. Sentimen lain yang turut mendongkrak harga emas adalah prediksi 28 ekonom bahwa Bank Sentral Eropa akan meminjamkan kembali dana senilai 470 miliar euro kepada negara-negara Eropa yang bermasalah.

Namun, sejak saat itu, emas seperti tak memiliki taring. Pergerakannya terus melandai hingga bertengger di posisi US$ 1.542,70 per troy ounce pada 16 Mei. Itu artinya, sudah terjadi penurunan sebesar 14,24% pada harga emas dari posisi tertingginya tahun ini yang tercipta pada 27 Februari lalu. Selebihnya, pergerakan harga emas terbilang fluktuatif, dengan kisaran pergerakan di level 1.500-1.600an.

Panji Ibrahim, Analis Senior Harvest International Futures, melihat tertahannya pergerakan harga emas saat ini karena investor tengah menunggu informasi lebih lanjut tentang langkah bank sentral global, yakni the Federal Reserve, European Central Bank (ECB), dan the People’s Bank of China. “Investor menunggu apakah bank sentral global akan mengumumkan stimulus seperti yang diharapkan atau tidak,” imbuhnya.

Jika stimulus beberapa bank sentral benar terjadi, lanjut Ibrahim, kondisi itu bisa mengerek harga emas. Di sisi lain, kebijakan moneter sejumlah bank sentral juga harus dipantau. “Kebijakan sejumlah bank sentral menahan suku bunganya di tingkat rendah berpotensi menekan harga jual emas,” tegasnya.

Hal senada juga diungkapkan oleh Leo Hadi, pengamat emas. Dia menilai, secara garis besar, arah harga emas masih akan disetir oleh perkembangan di Eropa. “Saya melihat, membutuhkan waktu yang panjang untuk memulihkan krisis Eropa. Hal ini yang menyebabkan harga emas fluktuatif,” tegasnya.

Permintaan emas menurun

Selain itu, Ibrahim menambahkan, ada faktor lain yang turut menekan harga emas. Yakni, permintaan emas dunia. “Sepanjang tahun ini, terjadi penurunan permintaan yang signifikan terhadap emas. Salah satunya dari India,” jelasnya.

Merujuk data yang dirilis World Gold Council, di sepanjang kuartal I 2012, tingkat permintaan emas di India melorot 28,56% menjadi 207,6 ton. Padahal, pada periode yang sama tahun sebelumnya, tingkat permintaan emas India mencapai 290,6 ton.

Penurunan permintaan juga terjadi di AS sebesar 21% menjadi 31,2 ton di tiga bulan pertama tahun ini dari sebelumnya 39,5 ton pada tahun lalu. Bahkan pada priode yang sama di Eropa, tingkat permintaan emas anjlok hingga 29,2% menjadi 67,4 ton dari sebelumnya 95,2 ton.

Meski demikian, ada juga sejumlah negara yang mencatatkan kenaikan permintaan emas. Ambil contoh China. Data yang sama menunjukkan, tingkat permintaan emas China menanjak 9,76% menjadi 255,2 ton di tiga bulan yang berakhir 30 Maret 2012 dari sebelumnya 232,5 ton pada periode yang sama tahun sebelumnya.

Selain itu, lonjakan permintaan emas juga terjadi di Rusia dan Indonesia dengan lonjakan masing-masing 27,5% menjadi 20,4 ton dan 9,8% menjadi 16,8 ton.

Bearish atau bullish?

Tingginya tingkat ketidakpastian pada perekonomian global menyebabkan pergerakan harga emas menjadi sulit diramal. Pendapat para analis pun terpecah. Ada analis yang meramal harga emas akan terus terjerembab. Namun, ada pula yang optimistis harga emas akan kembali menorehkan rekor barunya hingga akhir tahun nanti.

Salah satu analis paling akurat dari 20 analis yang disurvei Bloomberg pada kuartal dua, Justin Smirk dari Westpac Banking Corp berpendapat harga emas masih akan terus melorot. "Emas bukan satu-satunya safe haven. Jika dilihat dari pergerakan harga emas tahun lalu dan tahun ini, investor lebih suka menggenggam dollar AS," jelas Smirk. Dia menambahkan, meskipun kebijakan quantitaive easing akan mendorong aksi beli terhadap emas, namun harga si kuning kinclong sulit kembali ke level tertingginya. Sementara, Michael Cuggino dari Permanent Portfolio Funds di San Francisco, mengungkapkan, investor sepertinya lebih memilih memegang surat obligasi dan dollar AS untuk melindungi kekayaan mereka seiring perlambatan pertumbuhan ekonomi. Kondisi itu yang lantas menggiring tingkat yields obligasi ke rekor terendah dan mendongkrak posisi dollar AS ke level paling perkasa dalam dua tahun terakhir. "Saat ini belum ada sentimen positif bagi harga emas di tengah perlambatan ekonomi global. Perputaran uang belum masuk ke dalam sistem. Namun, seseorang tetap akan membeli emas untuk investasi jangka panjang. Harga emas akan tetap meningkat karena investor membutuhkan asuransi terhadap inflasi," papar Cuggino.

David Bloom, strategist HSBC di London sependapat dengan Cuggino. Dia meramal, harga emas akan kembali rally di atas level US$ 1.900 per troy ounce pada akhir tahun mendatang. "Kami mempertahankan pandangan bullish kami terhadap emas pada semester kedua 2012," jelas Bloom. Dia menambahkan, prediksi tersebut dilatarbelakangi tingginya tingkat permintaan emas dan ekspektasi pelemahan dollar AS seiring langkah bank sentral dalam menggairahkan kembali perekonomiannya. "Kesabaran adalah hal yang sangat penting dalam pasar komoditas ini," imbuhnya.

Bagaimana dengan prediksi analis emas domestik? Ibrahim berpendapat, harga emas akan sulit menorehkan rekor baru tahun ini. Dia meramal, tingkat kenaikan dan penurunan harga emas hingga akhir tahun ini akan seimbang, di mana kemungkinan posisi tertinggi harga emas berada di level US$ 1.850 dan posisi terendahnya di level US$ 1.450. “Artinya, level resisten emas berada di posisi US$ 1.800 dan level supportnya berada di US$ 1.300,” jelasnya.

Ada beberapa alasan yang mendasari prediksi Ibrahim. Pertama, krisis Eropa masih akan menghantui perekonomian global. Terkait hal itu, mata investor akan terfokus pada aksi bank sentral dunia dalam mengambil kebijakan untuk menggairahkan kembali perekonomian.

Kedua, tingkat permintaan emas akan terus terpangkas. “Setelah India, kemungkinan permintaan emas di China juga akan tertekan. Pasalnya, China menanamkan 60% dananya di Eropa. Jika Eropa jatuh, China merupakan negara pertama yang bakal ikut melorot," urai Ibrahim.

Pendapat serupa juga diungkapkan oleh Leo Hadi. Menurutnya, saat ini belum ada faktor yang dapat mendongkrak harga emas. “Bahkan kans-nya harga emas itu masih tertekan,” jelasnya. Dia memprediksi, harga emas akan terus bergerak fluktuatif di kisaran US$ 1.500-US$ 1.600 hingga akhir tahun mendatang.

“Harga emas masih akan menurun kecuali jika ada berita positif terbaru dari Eropa dan perekonomian AS stabil,” ujar Leo.

Sedangkan Nico memiliki pendapat yang berbeda. “Untuk jangka panjang, harga emas memiliki harapan yang lebih cerah karena kondisi fundamentalnya sama sekali belum berubah. Saya yakin harga emas akan menembus rekor tertinggi terbarunya,” paparnya.

Dia melihat ada sejumlah faktor yang justru mendukung harga emas untuk terus menguat. Salah satu faktor utamanya datang dari China, dimana data World Gold Council menunjukkan peningkatan consumer demand sebesar 10% ke level tertinggi terbarunya untuk basis kuartalan sebesar 255,2 ton pada tiga bulan pertama tahun ini. Selain itu, konsumen di China merupakan pembeli aktif perhiasan emas di kuartal pertama lalu, yang mencapai sebesar 156,6 ton atau memberikan kontribusi 30% dari demand perhiasan global.

Nico meramal, jika Bank Sentral Eropa menggelontorkan stimulus dengan jumlah yang sangat besar, maka harga emas akan bergerak di kisaran US$ 1.920 hingga US$ 2.000 per troy ounce. Sedangkan secara teknikal, pada akhir tahun nanti harga emas berpotensi menyentuh US$ 2.050 per troy ounce.

Waduh, return emas dalam negeri negatif sepanjang tahun iniPergerakan harga emas dalam negeri memang mencatatkan kenaikan di sepanjang tahun berjalan ini. Namun, terjadi spread yang cukup besar antara harga jual dan harga beli di divisi Logam Mulia PT Aneka Tambang. Artinya, secara riil, harga emas dalam negeri memberikan return negatif di sepanjang tahun ini.

Dalam situs resminya, harga emas batangan seberat 1 kilogram (kg) yang jual yang ditawarkan oleh divisi Logam Mulia pada 9 Agustus 2012 tercatat sebesar Rp 543.000 per gram. Sedangkan, harga pembelian kembali (buyback) emas batangan Antam pada hari yang sama sebesar Rp 488.000 per gram.Sebagai perbandingan, harga emas per akhir 2011 (30 Desember 2011) berada di level Rp 495.000 per gram. Jika dihitung, harga jual emas Logam Mulia dalam negeri memberikan return sebesar 9,6%. Namun, jika dihitung berdasarkan harga buyback, harga emas dalam negeri memberikan return negatif sebesar 1,4% sepanjang tahun berjalan. Bandingkan dengan harga emas global yang sudah memberikan return 2,1% di sepanjang tahun berjalan ini hingga 7 Agustus lalu. Sekadar informasi, data Bloomberg menunjukkan, harga emas dunia pada akhir tahun 2011 berada di level US$ 1.578,10 per troy ounce. Pada 7 Agustus 2012, harga emas berada di level US$ 1.612,80 per troy ounce.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie