JAKARTA. Produksi minyak Amerika Serikat (AS) terus naik. Alhasil, harga minyak pun tertekan. Tambah lagi, kurs dollar AS cenderung naik karena sentimen politik dan ekonomi negara adidaya ini.Kamis (2/3), pukul 17.19 WIB, harga minyak WTI kontrak pengiriman April 2017 di New York Mercantile Exchange turun 0,92% dibanding hari sebelumnya ke US$ 53,33 per barel. Sepekan terakhir, harga minyak terpangkas 2,05%.Energy Information Administration (EIA) melaporkan, stok minyak mingguan AS naik 520,2 juta barel. Ini merupakan kenaikan mingguan tertinggi sejak 1982. Artinya terjadi kenaikan pasokan sebanyak 41 juta barel sejak awal 2017.
"Kenaikan stok ini sejalan dengan laporan produksi minyak AS yang membengkak," tutur Suluh Adil Wicaksono, analis Cerdas Indonesia Berjangka. Produksi minyak AS pekan lalu dilaporkan naik 31.000 barel menjadi 9,03 juta barel per hari. Imbasnya, pasokan di pelabuhan pengiriman minyak terbesar AS, Cushing, Oklahoma naik 495.000 barel menjadi 63,5 juta barel. Pidato Presiden AS Donald Trump juga menumbuhkan harapan ekonomi AS bakal menggeliat di masa depan. "Hal ini didukung pidato beberapa pejabat The Fed yang hawkish dan mengharapkan kenaikan suku bunga The Fed bisa dilaksanakan pada FOMC bulan ini," imbuh Suluh. Hal ini membuat dollar AS menguat. Per pukul 17.59 WIB kemarin, indeks dollar AS naik 0,21% ke 101,99 dibanding hari sebelumnya. "Jumat (3/3) ini peluang harga minyak kembali turun masih besar, tapi nampaknya belum akan tembus ke bawah US$ 53,00 per barel," analisa Suluh. Analis SoeGee Futures Nizar Hilmy juga mengatakan, data stok minyak AS membawa sentimen negatif. Kenaikan harga minyak di atas level US$ 50 per barel telah mendorong produsen AS menggenjot produksi.