KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ancaman finansial diperkirakan membayangi ekonomi global seiring pompaan likuiditas yang masif selama pandemi Covid-19 terjadi. Kondisi ini akan membuat emas berpotensi kembali bersinar pada tahun ini. Dus, prospek emiten produsen emas seperti PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) pun ikut cerah. Analis BNI Sekuritas Firman Hidayat meyakini secara prospek emas masih akan tetap menarik secara jangka panjang. Ia menilai, masih perlu waktu lebih lama untuk melihat efektivitas vaksin corona, sehingga tahun ini masih akan jadi tahun yang cukup banyak ketidakpastian. Oleh karena itu, emas sebagai safe haven masih tetap akan jadi incaran. Sekalipun pandemi Covid-19 berakhir, masih akan ada permasalah pada sistem finansial yang membayangi ekonomi global. Selama pandemi, The Institute of International Finance (IIF) memperkirakan, utang global naik menjadi US$ 272 triliun dan menyentuh rekor 365% dari GDP global pada 2020. IIIF pun belum tahu pasti seperti apa cara mengurangi utang tersebut tanpa harus mengorbankan aktivitas ekonomi, bahkan dengan stimulus dari The Fed sekalipun.
Harga emas masih berpotensi naik, begini rekomendasi saham Merdeka Copper (MDKA)
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ancaman finansial diperkirakan membayangi ekonomi global seiring pompaan likuiditas yang masif selama pandemi Covid-19 terjadi. Kondisi ini akan membuat emas berpotensi kembali bersinar pada tahun ini. Dus, prospek emiten produsen emas seperti PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) pun ikut cerah. Analis BNI Sekuritas Firman Hidayat meyakini secara prospek emas masih akan tetap menarik secara jangka panjang. Ia menilai, masih perlu waktu lebih lama untuk melihat efektivitas vaksin corona, sehingga tahun ini masih akan jadi tahun yang cukup banyak ketidakpastian. Oleh karena itu, emas sebagai safe haven masih tetap akan jadi incaran. Sekalipun pandemi Covid-19 berakhir, masih akan ada permasalah pada sistem finansial yang membayangi ekonomi global. Selama pandemi, The Institute of International Finance (IIF) memperkirakan, utang global naik menjadi US$ 272 triliun dan menyentuh rekor 365% dari GDP global pada 2020. IIIF pun belum tahu pasti seperti apa cara mengurangi utang tersebut tanpa harus mengorbankan aktivitas ekonomi, bahkan dengan stimulus dari The Fed sekalipun.