Harga emas meroket, eksportir perhiasan kurangi kadar emas di perhiasan



JAKARTA. Sekarang ini pengusaha perhiasan mau tak mau memutar otak untuk melanggengkan bisnisnya. Soalnya, harga emas, perak, dan bahan baku perhiasan lain, terus melonjak. Awal pekan ini nilai emas melesat ke level US$ 1.910 per ons troy atau berkisar Rp 540.000 ribu per gram. Padahal, pada Januari lalu masih sekitar US$ 1.340 per ons troy. (1 ons troy = 31,1 gram). Kalangan pengusaha, khususnya eksportir perhiasan, menganggap kondisi ini kurang menguntungkan.Leo Hadi Loe, Ketua Asosiasi Produsen Perhiasan Emas Indonesia (APPI) menjelaskan, ekspor perhiasan ke Eropa telah melorot 40%-50% dalam dua hingga tiga tahun ke belakang, khususnya emas dan perak. Sementara ke China ataupun Dubai, cenderung stabil. Leo mengatakan, pemicunya tak lain krisis ekonomi Eropa sejak 2008 belum juga pulih. Beda dengan China yang pertumbuhan ekonominya terus menanjak."Waktu itu nilai ekspor sekitar US$ 300 juta - US$ 400 juta setiap tahun, sekarang sudah US$ 2 miliar. Itu karena harga emas naik lima kali lipat, tapi, secara volume sudah jatuh 50% tiap tahun. Kalau ada istilah bubble property, maka ini sudah seperti bubble gold," papar Leo kepada KONTAN. Leo menaksir harga emas sudah merapat ke platinum.Maka, ungkap dia, tak heran pemilik pabrik perhiasan mengurangi kadar emas dalam produk yang dijual dalam negeri maupun untuk diekspor. Contohnya, dengan memperbesar ukuran per unit perhiasan, namun kadar emas tidak ditambah. Justru kadar perak ataupun tembaga diperbesar. Strategi lain, ukuran perhiasan tetap standar, namun kadar emas dikurangi. "Satu gram emas harganya Rp 500.000-an, orang harus keluarkan uang Rp 2,5 juta untuk perhiasan yang kadar emasnya hanya tiga gram tetap akan beli karena tertarik dengan permata warna-warni, mereka tidak merasa rugi," kata Leo, menjelaskan. Menurut dia, trik seperti itu sudah dilakoni Thailand.Johny Salmon, Direktur Pengelola PT Sumber Cipta Kreasi Logam, menyampaikan nada serupa. Dia mengaku, sebelum krisis tahun 2008, nilai ekspor emas perusahaannya bisa tembus US$ 10 juta saban tahun. Lantas, nilai itu melorot menjadi US$ 5 juta - US$ 6 juta di tahun 2010. "Selama ini kekuatan kita dari Eropa dan AS. Karena permintaannya lesu, tiap tahun ekspor turun 30%-40%," keluh Johny.Johny berkata, saat ini kantornya mengekspor 40.000 - 50.000 unit perhiasan ke Eropa dan AS. Adapun dari 50.000 potong tersebut, cuma sekitar 3% - 4% berupa emas kuning, selebihnya perak. Dulunya, kata Johny, emas kuning bisa 10%. Johny menambahkan, sebenarnya volume ekspor perhiasan saat ini hanya separuh dari kapasitas pabrik Sumber Cipta Kreasi Logam di Rawamangun dan Cipinang, Jakarta Timur. Menurut dia, empat tahun lalu volume ekspor ke Eropa dan Amerika bisa hampir seratus persen kapasitas. "Sekarang harus siap-siap berbelok ke Asia," ujarnya.Sumber Cipta Kreasi Logam pun bakal mengandalkan pasar dalam negeri. Johny bilang tren permintaan emas dalam negeri lebih manis lantaran kondisi ekonomi stabil. Kendati memang belum semua masyarakat mau berinvestasi dalam emas. Dia berharap pemerintah membantu mengatasi kondisi tak bersahabat ini jika memang ingin memacu pertumbuhan produksi emas dan ekspor. "Bisnis ini tidak akan mati karena nilai asetnya tinggi," ucap Johny.Menambahkan itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Emas dan Permata Indonesia (APEPI) kondisi tingginya harga emas tidak memacu eksportir pemula. Padahal, Indonesia menargetkan menjadi 1 dari 26 negara dengan nilai ekspor tertinggi. Pada semester I nilai ekspor Indonesia mencapai US$ 98 miliar. Dengan kondisi demikian, Iskandar mempertanyakan apakah ekspor bisa melampaui target tahun ini sebesar US$ 200 miliar. Iskandar bilang, tren 3-4 warna pada tiap unit perhiasan bisa menjadi daya tarik di mata asing. "Diharapkan dengan bentuknya yang makin cantik dan variatif, negara lain lebih minat, sehingga mendorong ekspor perhiasan," harap dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Rizki Caturini