Harga Emas Spot Ditutup Menguat Tipis ke US$ US$ 1.868,1 Per Ons Troi



KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Harga emas spot ditutup menguat tipis pada hari Selasa, mengikuti sedikit penurunan dalam imbal hasil US Treasury dan dolar Amerika Serikat (AS). Di sisi lain, investor mengantisipasi kenaikan suku bunga agresif dari Federal Reserve dalam pertemuan kebijakan dua hari.

Selasa (3/5), harga emas spot naik 0,3% ke level US$ 1.868,12 per ons troi. Harga emas sempat menyentuh US$ 1.849,90 per ons troi di awal sesi, terendah sejak 16 Februari.

Sementara itu, harga emas berjangka untuk kontrak pengiriman Juni 2022 ditutup naik 0,4% ke US$ 1.870,60 per ons troi.


"Emas dalam beberapa pekan terakhir telah turun secara signifikan karena kurva imbal hasil telah bergerak naik. Hari ini sedikit penurunan dalam imbal hasil mendukung harga emas. Emas akan cukup terikat pada kisaran tersebut," kata Bart Melek,  Head of Commodity Strategies TD Sekuritas.

"Emas telah cukup dihargai dalam serangkaian langkah kebijakan yang cukup agresif untuk pertemuan The Fed," lanjut Melek.

Imbal hasil US Treasury tenor acuan 10-tahun turun dari level 3% pada hari Selasa. Sementara itu, indeks dolar koreksi 0,3%, dan membuat emas batangan lebih murah bagi pemegang mata uang lainnya.

Baca Juga: Harga Emas Mendekati Level Terendah 2,5 Bulan, Investor Menunggu Pertemuan The Fed

Pelaku pasar memperkirakan The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin pada akhir pertemuan dua hari untuk mengendalikan inflasi yang melonjak. Sementara itu, komentar Ketua The Fed Jerome Powell akan dipindai untuk sinyal lebih lanjut tentang kenaikan suku bunga.

Sementara emas dianggap sebagai lindung nilai inflasi, suku bunga yang lebih tinggi mengangkat biaya peluang memegang emas batangan dengan hasil nol.

Jika pertemuan FOMC lebih hawkish, emas bisa turun ke level yang ditunjukkan oleh imbal hasil riil. Namun, jika pertemuan dovish atau eskalasi dalam ketegangan geopolitik atau kekhawatiran inflasi dapat mendorong emas kembali ke US$ 1.900 per ons troi, kata analis Standard Chartered dalam sebuah catatan.

"Dolar yang lebih tinggi terhadap rupee India dan renminbi China, pembeli emas fisik terbesar di dunia dapat memicu periode yang menantang untuk emas, sampai pembeli beradaptasi dengan level yang lebih tinggi," ujar analis Saxo Bank, Ole Hansen dalam sebuah catatan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari