Harga Emas Spot Melemah di Pagi Ini (5/2), Terseret Data Tenaga Kerja AS



KONTAN.CO.ID - SINGAPURA. Harga emas spot melemah di awal perdagangan sesi Asia karena dolar Amerika Serikat (AS) dan imbal hasil US Treasury melonjak setelah ledakan laporan pekerjaan AS yang memupus harapan penurunan suku bunga lebih awal dari Federal Reserve.

Senin (5/2) pukul 09.20 WIB, harga emas spot turun 0,1% menjadi US$ 2.036,96 per ons troi. Sementara itu, harga emas berjangka datar di level US$ 2.053,50 per ons troi.

Harga emas terseret indeks dolar yang naik ke level tertinggi dalam delapan minggu. Ini membuat emas batangan lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya.


Di sisi lain, imbal hasil US Treasury tenor 10-tahun yang menjadi acuan naik menjadi lebih dari 4%.

Data dari Departemen Tenaga Kerja AS menunjukkan pada hari Jumat (2/2) bahwa nonfarm payrolls meningkat sebesar 353.000 pekerjaan pada bulan Januari, hampir dua kali lipat perkiraan para ekonom yang disurvei oleh Reuters sebesar 180.000.

Baca Juga: Harga Emas Diramal Fluktuatif pada Paruh Pertama 2024, Begini Saran untuk Investor

Ketua The Fed Jerome Powell di pekan lalu menolak gagasan penurunan suku bunga di musim semi, namun menyuarakan keyakinan bahwa inflasi akan kembali ke target bank sentral sebesar 2%.

Para pedagang bertaruh pada penurunan suku bunga The Fed sebesar lima perempat poin pada tahun 2024, turun dari enam penurunan pada Senin lalu, menurut aplikasi probabilitas suku bunga IRPR LSEG.

Peluang penurunan suku bunga di bulan Mei juga semakin besar. Suku bunga yang lebih rendah meningkatkan daya tarik emas yang tidak memberikan imbal hasil (non-yielding) dengan mengurangi opportunity cost memegang emas batangan.

Investor sedang menunggu komentar dari sejumlah pembicara The Fed minggu ini untuk mendapatkan petunjuk lebih lanjut mengenai penurunan suku bunga.

Di sisi lain, aktivitas jasa China berkembang sedikit lebih lambat di bulan Januari karena menurunnya pesanan baru, sebuah survei sektor swasta menunjukkan, menunjukkan awal yang lemah bagi perekonomian nomor dua dunia ini di tengah lemahnya permintaan dan kemerosotan properti.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari