Harga Emas Spot Naik Tipis ke US$1.702.9, Dibatasi Ekspektasi Suku Bunga AS



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga emas naik tipis pada hari Rabu (14/9) karena dolar tergelincir. Tetapi ekspektasi untuk kenaikan suku bunga tajam dari Federal Reserve mengambil beberapa kilau logam mulia dan membatasi kenaikannya.

Melansir Reuters, harga emas spot naik 0,1% menjadi US$1.702.90 per ons troi pada 11:57 ET (1557 GMT) setelah menandai penurunan persentase satu hari terbesar sejak 14 Juli pada hari Selasa, didorong oleh reli dolar menyusul kenaikan mengejutkan dalam inflasi AS. Sedangkan, Emas berjangka AS turun 0,2% menjadi US$1.713,30.

"Emas berpotensi stabil dan saat ini, pasar masih mencerna laporan inflasi itu, tetapi tampaknya level $ 1.700 bertahan - itu kunci emas," kata Edward Moya, analis senior OANDA.


Baca Juga: Harga Emas Tertekan Penguatan Dolar Setelah Rilis Angka Inflasi AS

Dolar turun 0,3%, membuat emas batangan yang dihargakan dengan greenback lebih murah bagi pembeli luar negeri.

Pasar sekarang memperkirakan kenaikan suku bunga setidaknya 75 basis poin oleh The Fed pada pertemuan kebijakan 20-21 September, menyusul kenaikan tak terduga sebesar 0,1% dalam indeks harga konsumen AS untuk Agustus.

Emas dianggap sebagai lindung nilai terhadap inflasi, tetapi tingkat yang lebih tinggi untuk menjinakkan kenaikan harga meredupkan selera untuk aset karena tidak dikenakan bunga.

"Setelah pertemuan FOMC, (The Fed) mungkin juga membuat pasar percaya bahwa mereka masih bisa tetap agresif ... itu tidak cocok untuk emas. (Jika) US$ 1.700 tembus, maka kami tidak melihat banyak dukungan teknis ... itulah hari di mana Anda mungkin melihat emas turun $50 atau bahkan lebih," tambah Moya.

Baca Juga: Harga Emas Antam Turun Rp 8.000 ke Level Rp 942.000 Per Gram Pada Hari Ini (14/9)

Di tempat lain, harga perask spot  naik 1,5% menjadi US$19,61 per ons troi, platinum naik 3,4% menjadi US$908,49, dan paladium bertambah 2,7% menjadi US$2,160,53.

"PGM (Platinum Group Metals) kemungkinan akan bangkit kembali dalam beberapa bulan mendatang karena produksi mobil pulih tetapi kami tetap berhati-hati mengingat risiko resesi yang kemungkinan akan membatasi kenaikan," kata Standard Chartered dalam sebuah catatan tertanggal Selasa. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto