KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Perang antara Hamas Palestina dengan Israel diprediksi bakal mengatrol harga emas. Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia Rizkia Darmawan melihat, dalam jangka pendek, konflik di Timur Tengah tersebut akan mendorong kenaikan aliran dana ke safe haven, termasuk emas. “Dan ini sebetulnya terlihat jika kita korelasikan beberapa peristiwa serupa terkait dengan tensi geopolitik, misal yang paling dekat pada saat konflik Ukraina-Rusia,” terang Rizkia kepada Kontan.co.id, Rabu (11/10).
Baca Juga: Investasi Emas saat Krisis Timur Tengah, Pahami Ini Biar Gak Bodong! Di sisi lain, ada beberapa sentimen yang juga berpengaruh terhadap harga emas. Salah satunya yakni tren ekonomi global yang masih cukup mengalami perlambatan setidaknya sampai pertengahan tahun 2024. Faktor ini menjadi salah satu trigger yang kemungkinan akan menyebabkan kenaikan harga emas secara berkelanjutan sampai tahun depan. Rizkia memproyeksikan, harga emas diekspektasikan ada di kisaran US$ 1.900 sampai US$ 2.000 per ons troi sampai dengan tahun depan, dari level harga spot pada Rabu (11/10) yang ada di kisaran US$ 1.860 per ons troi. Senior Equity Research Analyst Jasa Utama Capital Sekuritas Samuel Glenn Tanuwidjaja menilai, sentimen geopolitik lebih memiliki dampak jangka pendek yang cukup kuat untuk komoditas energi seperti minyak mentah dan batubara. Investor dan market maker komoditas, memprediksi keretakan hubungan antara eksportir minyak (Arab Saudi) dan negara negara Barat yang menjadi pengimpornya . Glenn berpendapat, secara jangka panjang, harga emas akan lebih dipengaruhi oleh sejumlah faktor.
Pertama, sinyal dovish dari Bank Sentral AS, yakni Federal Reserve yang memberi sentimen negatif bagi kenaikan harga dolar AS. Karena perdagangan global emas dunia menggunakan mata uang dolar AS, market maker negara-negara pembeli emas dunia seperti China, Jepang, India, Eropa mendapat daya beli alias purchasing power yang lebih banyak untuk membeli emas, yang pada akhirnya mendorong kenaikan harga emas. “Selain itu banyak pejabat pejabat Federal Reserve mendukung kebijakan fiskal dovish untuk tidak menaikan fed rate sekali lagi di tahun ini. Hal ini membuat investor memilih ekuitas dibanding emas,” kata Glenn.
Kedua, investor, market maker, dan fund manager berskala multinasional masih memantau data-data inflasi dan job di AS serta data produk domestik bruto (PDB), data perdagangan, dan consumer price index (CPI) index China sebagai indikator utama pergerakan harga emas. Glenn memperkiraan rentang harga emas di tahun ini berada di level US$ 1.850 sampai US$ 1.910 per ons troi. “Di tahun 2024 saya menilai sentimennya masih didominasi AS dan China,” imbuh dia.
Baca Juga: Harga Emas Berhenti Terbang? Investor Perlu Berhati-hati! Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat