KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Berdasarkan pantauan harga per 26 Desember 2023 terdapat beberapa komoditi pangan yang menunjukkan harga di atas harga acuan. Di mana pada tingkat konsumen ada beberapa komoditi pangan yang harga rata-ratanya 10% diatas harga acuan pemerintah atau harga eceran tertinggi (HAP/HET). Deputi Bidang Kerawanan Pangan dan Gizi Badan Pangan Nasional Nyoto Suwignyo memaparkan, empat komoditas yang harganya di atas harga acuan tersebut ialah, jagung di tingkat peternak Rp 7.498/kg atau 49,96% di atas HAP, cabe rawit merah Rp 84.363/kg atau 48,01% di atas HAP. Kemudian beras medium zona III Rp 15.237/kg atau 29,12% di atas HET, beras premium zona III Rp 17.317/kg atau 17,01% di atas HET. Selanjutnya beras medium zona II Rp 13.625/kg atau 18,48% di atas HAP, beras medium zona I Rp 12.764/kg atau 17,10% di atas HET, dan kedelai biji kering Rp 13.517/kg atau 12,64% di atas HAP.
Baca Juga: NFA: Bantuan Pangan Beras Efektif Bantu Pengendalian Inflasi Beras di Daerah "Harga beras medium terpantau tertinggi di provinsi Sulawesi Utara dalam kategori zona I, provinsi Kalimantan Utara dalam kategori zona II dan provinsi Papua di zona III. Sedangkan yang terendah adalah Jawa Timur zona I dan Kalimantan Selatan zona II dan Maluku Utara zona III," kata Nyoto dalam Rapat Pengendalian Inflasi Daerah, Rabu (26/12). Kemudian untuk harga komoditas cabai rawit merah paling tinggi ada di provinsi Kalimantan Utara dan terendah di Sumatra Barat. Dengan demikian, Nyoto menyebut perlu ada sistem kerja sama antar daerah, sehingga keseimbangan ketersediaan dan stabilisasi pangan dapat diwujudkan. Kemudian komoditi tangan yang mengalami kenaikan harga dibawah 10% dari HAP atau HET ialah cabai merah keriting Rp 59.828/kg atau 8,78% dr HAP, telur ayam Rp 28.405/kg atau 5,20%, gula pasir Rp 17.341/kg atau 8,83% dari HAP, minyak goreng curah Rp 14.769/liter atau 5,49% dari HET. Nyoto mengatakan, guna menjamin ketersediaan dan stabilisasi pangan, Badan Pangan Nasional melakukan tiga aksi. Di antaranya, fasilitasi distribusi pangan, dimana per 10 Desember 2023 telah didistribusikan sebanyak 2.549,5 ton pangan dari wilayah surplus ke wilayah defisit. Adapun komoditas yang dimobilisasi ialah jagung (1,17 ton), kedelai (645.672 kg), beras (181.907 kg), minyak goreng (137.790 kg), gula (79.500 kg), telur ayam ras (73.200 kg), cabai rawit merah (5.268 kg), cabai merah keriting (16.817 kg), tepung terigu (44.800 kg). Selanjutnya, Badan Pangan Nasional bersama dinas dan stakeholder terkait melakukan gerakan pangan murah di 1.591 titik sebagai upaya pengendalian inflasi pangan. Terakhir, sebagai upaya stabilisasi harga jagung, telur ayam serta ayam ras per 25 Desember telah tersalurkan sebanyak 19.069 ton atau 10% jagung SPHP kepada peternak. Di samping itu terdapat beberapa komoditas pangan yang disoroti Badan Pangan Nasional yakni bawang merah, cabai rawit merah, kedelai biji kering dan gula pasir konsumsi. Nyoto menjelaskan, bawang merah pasokannya di tingkat grosir yaitu di Pasar Induk Kramat Jati sebanyak 125 ton atau 5,10% di atas pasokan normal. Menurutnya peningkatan harga bawang merah masih berada di rentang harga acuan penjualan pemerintah (HAP). Kemudian untuk cabai merah yang dalam beberapa hari mengalami peningkatan harga, Nyoto menyebut sudah terlihat adanya pola penurunan harga. Hal ini disebabkan adanya peningkatan produksi di wilayah sentra.
Baca Juga: Amankan Cadangan Strategis Ketahanan Pangan, RI Impor Beras dari India dan Thailand Kendati demikian, pasokan ketersediaan cabai rawit merah di tingkat grosir Pasar Induk Kramat Jati sebanyak 30 ton atau 28,57% di bawah pasokan normal atau turun 6,25% dari pasokan hari sebelumnya per 21 Desember. Upaya yang sudah dilakukan badan pangan nasional untuk mengatasi kenaikan harga cabai ialah dengan gerakan pangan murah, fasilitasi distribusi cabai rawit merah serta panen cabai di beberapa wilayah. "Posisi cabai sudah menurun tapi belum sepenuhnya stabil. Jika hari ini ada penurunan harga cabai oleh BPS ini sangat mungkin karena produksi di lapangan sudah terjadi kenaikan, sehingga menjangkau seluruh wilayah Indonesia," kata Nyoto.
Selanjutnya untuk gula pasir konsumsi mengalami peningkatan harga di mana ketersediaan kurang memenuhi kebutuhan. Kebutuhan gula pasir nasional ialah 261.776 ton perbulan. Selain itu kenaikan juga disebabkan adanya peningkatan harga gula di internasional. "Sehingga dilakukan penyesuaian harga eceran ditingkat ritel Rp 16.000/kg dan Indonesia Timur Rp 17.000/kg. Selain itu dilakukan percepatan realisasi importasi gula kristal mentah melalui BUMN pangan," jelasnya. Terakhir untuk kedelai biji kering kenaikan harga disebabkan karena terganggunya proses distribusi akibat situasi geopolitik di Laut Merah. Setelah diskusi dengan pelaku usaha kedelai, Nyoto mengatakan akan dilakukan pengeluaran stok di beberapa gudang importir sambil menunggu penyaluran importasi untuk akselerasi ketersediaan kedelai nasional. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi