JAKARTA. Kinerja perusahaan milik Anthoni Salim, PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) tumbuh. Ini nampak pada penjualan bersih emiten ini tumbuh 22,1% menjadi Rp 50,39 triliun selama kuartal III tahun ini. Sementara laba bersih INDF tumbuh 57,6% menjadi Rp 3,03 triliun. Analis RHB OSK Securities, Andrey Wijaya dalam riset 5 November 2014 mengatakan, secara year-on-year (yoy) laba bersih INDF sudah sesuai proyeksi. Namun, secara quarter-on-quarter (qoq) lebih rendah 14% dari estimasi. Ini karena penurunan harga CPO, bisnis tepung, Bogasari dan budidaya pengolahan sayuran, China Minzhong Food Corporation Limited.
Penurunan bisnis tepung lantaran persaingan yang sangat ketat. "Banyak pemain-pemain kecil yang muncul," jelas Analis Samuel Sekuritas, Tiesha Narandha Putri. Akibatnya, perusahaan harus menurunkan harga jual dua kali pada Agustus dan September. Masing-masing turun 2%. Ini lantaran, harga gandum global menurun 8,6% jadi US$ 6,800 per bushel. Ankga Adiwirasta, Analis BNI Securities mengatakan, penurunan harga gandum ini sejatinya berdampak positif bagi INDF. Sebab biaya produksi Bogasari menurun. "INDF juga bisa menjaring permintaan lebih besar," ungkap dia, pada KONTAN. Namun, Tiesha menilai, meski pendapatan bisnis tepung naik, volume perusahaan di bisnis ini cenderung turun. Ia mencatat, di selama sembilan bulan di tahun ini volume penjualan turun 0,3% menjadi 2,1 juta ton. Bisnis Minzhong Pada bisnis Minzhong, Tiesha memaparkan, selama kuartal III tahun ini pendapatan perusahaan yang baru diakuisisi pada tahun lalu menurun 2,4% menjadi Rp 3,53 triliun. Ini karena adanya kekurangan pekerja di China untuk menjalankan bisnis pengolahan sayuran. "Jadi, kalau ada permintaan yang besar Minzhong tak dapat memenuhinya, makanya terjadi pengurangan volume," ungkap Tiesha. Karena itu, Tiesha menurunkan proyeksi pendapatan Minzhong hingga akhir tahun dari sebelumnya Rp 6 triliun menjadi Rp 5 triliun hingga akhir 2014. Sementara harga jual CPO pada September menurun menjadi US$ 706 per ton dari Juli yang berada di US$ 842 per ton. Andrey bilang, harga CPO kembali naik menjadi US$ 750 per ton di Oktober. Ke depan, Ankga bilang, INDF akan banyak ditopang dari ekspansi di bisnis minuman. Ia menilai, saat ini INDF tengah mengantongi keuntungan dari bisnis minuman.
Lain halnya dengan Tiesha. Bagi dia, INDF masih harus menghadapi beberapa tantangan seperti kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang dapat mempengaruhi daya beli konsumen. Ditambah proyeksi rupiah yang akan terus melemah. Tiesha yakin hingga akhir tahun pendapatan INDF bisa Rp 68,25 triliun dengan laba bersih Rp 3,91 triliun. Tahun lalu, pendapatan INDF Rp 57,73 triliun dengan laba Rp 2,5 triliun. Sedangkan Andrey menargetkan, pendapatan INDF Rp 65,97 triliun dengan laba bersih Rp 2,5 triliun. Andrey dan Ankga merekomendasikan, buy dengan target di Rp 8.000 dan 7.600. Sedangkan Tiesha merekomendasikan hold di Rp 7.700. Kamis (6/11) harga INDF turun 1,89% ke Rp 6.500. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Avanty Nurdiana